Jumat 30 Dec 2016 06:44 WIB

Bidang Pendidikan Terbanyak Diadukan ke Ombudsman DIY

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Andi Nur Aminah
Puluhan siswa menggelar aksi demonstrasi karena ijazah dan rapornya ditahan pihak sekolah akibat menunggak SPP. (ilustrasi)
Foto: www.padangmedia.com
Puluhan siswa menggelar aksi demonstrasi karena ijazah dan rapornya ditahan pihak sekolah akibat menunggak SPP. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Lembaga Ombudsman DI Yogyakarta menerima sejumlah pengaduan kasus sehubungan dengan peyelenggaraan pelayanan publik. Selama 2015-2015, lembaga ini menerima 582 kasus dengan rincian 300 kasus pada 2015 dan 282 kasus pada 2016. Dari banyaknya pengaduan kasus itu, di sektor aparatur pemerintahan bidang pendidikan masih menduduki pengaduan yang terbanyak.

Sejak 2015 Lembaga Ombudsman Daerah DI Yogyakarta (DIY) dan Lembaga Ombudsman Swasta DIY bergabung menjadi Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta yang disingkat LO DIY. Ketua LO DIY Sutrisnowati dalam rilisnya yang dikirim ke Republika.co.id, Jumat (30/12) mengatakan, dari 582 kasus yang diselesaikan dengan penyelesaian cepat pada tingkat konsultasi sejumlah 302 kasus, sedangkan 280 kasus diselesaikan dengan tindak lanjut yang lebih panjang.

Dari kasus tersebut, di sektor aparatur pemerintah, bidang pendidikan  masih menduduki bidang yang terbanyak yang diadukan selama dua tahun berturut-turut. "Yakni 33 kasus di tahun 2015 dan 37 kasus di tahun 2016," ujar Sutrisnowati.

Selanjutnya kasus pertanahan menduduki ranking kedua terbanyak yang diadukan yakni pada 2015 sebanyak 27 kasus dan pada 2016 sebanyak 34 kasus. Sementara itu peringkat ketiga di bidang kesehatan pada 2015 sebanyak 16 kasus dan pada 2016 di bidang perizinan sebanyak 21 kasus.

Secara garis besar ruang lingkup materi kasus yang diadukan di bidang pendidikan antara lain, penahanan ijazah oleh sekolah, pungutan di sekolah yang mengatasnamakan sumbangan, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran pendidikan. Selain itu ada juga pengaduan tentang siswa dikembalikan ke orang tua oleh sekolah, kegiatan MOS di sekolah yang memberatkan, pemotongan uang penghargaan untuk siswa yang memenangkan sebuah perlombaan, siswa berkebutuhan khusus yang  terhambat untuk mengikuti Ujian Nasional serta regrouping sekolah.

Lebih lanjut Sutrisnowati mengungkapan padas sektor aparatur pemerintahan, kasus yang diterima pada 2015 dan 2016 ada tren bidang yang berbeda dibanding kasus yang ditangani Lembaga Ombudsman DIY sebelum 2015. Sutrisnowati mengatakan tren itu adalah meningkatnya pengaduan bidang pertanahan dan bidang perizinan.

Sementara itu materi kasus pertanahan yang diadukan antara lain: sengketa kepemilikan terkait hak kepemilikan sertifikat, sertifikat ganda, pengukuran tanah/obyek tidak sesuai dengan dokumen asal-usul tanah, proses sertifikasi (lama, jangka waktu melebih estimasi), tanah SG (Sultan Ground) dan PAG (Paku Alaman Ground) di jual belikan oleh ahli waris pemegang serat kekancingan. Ada juga konversi letter C ke SHM banyak permasalahan, buku legger rentan untuk di salah gunakan, status tanah yang diubah sepihak oleh Badan Pertanahan Nasional.

Lebih lanjut dia mengungkapkan untuk kasus perizinan yang diadukan antara lain jurangnya koordinasi antar SKPD, kepentingan bisnis versus kelestarian lingkungan, proses partisipasi masyarakat dalam perizinan yang kurang terakomodir.

Selanjutnya, ketidakpahaman penyelenggara layanan terhadap aturan/kebijakan perundangan, prosedur dan mekanisme yang kurang transparan dan akuntabel, miskomunikasi antara penyelenggara pelayanan dengan penerima layanan. Sedangkan soal maraknya pembangunan hotel di Kota Yogya, pengaduannya berupa proses amdal, perizinan, dampak pascapembangunan (sumur air dalam).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement