REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ferry Kurnia Rizkiyansyah menilai seluruh daerah di Indonesia perlu mendapatkan perhatian dan pengawasan dalam menyelenggarakan pemilihan kepala daerah. Sebab, menurut dia, potensi konflik dalam pilkada dapat terjadi di mana saja.
"Untuk soal konflik sama pandangannya bahwa di daerah manapun perlu menjadi perhatian dan pengawalan semua. KPU memandang semua daerah perlu mendapat perhatian yang sama," kata Ferry saat dihubungi Republika, Jumat (30/12).
Ia menjelaskan, pengawasan di semua daerah perlu dilakukan di seluruh tahapan pilkada, seperti distribusi logistik, proses pemungutan suara, hingga penghitungan suara serta rekapitulasi. "Dari sisi tahapan perlu mendapat perhatian dan pengawalan, seperti logistik dan distribusinya, proses pemungutan penghitungan suara dan rekapitulasi," kata dia.
Untuk mengantisipasi munculnya konflik selama pilkada di berbagai daerah, Ferry pun meminta agar seluruh pihak baik peserta pilkada maupun penyelenggara taat pada aturan. Selain itu, juga diperlukan adanya sosialisasi dan memberikan pengetahuan bagi para pemilih.
"Tahapan pilkada khususnya tahapan krusial mendapat perhatian dan pengawalan. Serta transparansi melalui sistem informasi terintegrasi, akuntabiltas, dan akurasi," jelas Ferry.
Sebelumnya, Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menyebut ada empat daerah yang berpotensi mengalami konflik dalam Pilkada serentak 2017. Yakni Provinsi Aceh (pemilihan gubernur), Provinsi DKI Jakarta (pemilihan gubernur), Provinsi Papua Barat (pemilihan gubernur) dan Provinsi Papua (pemilihan gubernur dan wali kota di 11 kawasan).
Penyelenggara dan pengawas pemilu diminta mempersiapkan antisipasi potensi konflik di keempat daerah tersebut. Ia mencontohkan, dalam pilkada 2017 di Provinsi Aceh terdapat calon gubernur dan wakil gubernur yang sebelumnya pernah menjadi kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Potensi konflik terjadi karena pertarungan politik para mantan kombatan tersebut.
Sementara itu, di DKI Jakarta, potensi terjadi akibat sentimen SARA dan provokasi untuk kepentingan elektoral. Di Papua, lanjutnya, potensi konflik masih samar terlihat. Titi menuturkan, 11 daerah yang menggelar Pilkada di Papua berada di wilayah pegunungan. Kesebelas daerah ini diketahui akan menggunakan sistem noken. Dalam sistem ini, surat suara nantinya dimasukkan ke dalam noken (tas dari akar kayu) milik kepala suku. Sistem noken ini sebelumnya menjadi solusi atas keterlambatan penyediaan kotak suara pada pemilu 1977 lalu.
"Sistem ini, tetap berpotensi manipulasi dan kecurangan. Apalagi jika ada mobilisasi politik uang terhadap kepala suku," ungkap Titi.