REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Pertempuran, tembakan, dan serangan udara terjadi di Suriah barat. Ini menodai gencatan senjata yang disetujui oleh Rusia dan Turki.
Padahal gencatan senjata dilakukan untuk melakukan pembicaraan damai. Selain itu juga untuk mengakhiri perang saudara di Suriah yang berlangsung selama hampir enam tahun.
Presiden Rusia Vladimir Putin merupakan sekutu utama Presiden Suriah Bashar al-Assad. Putin mengumumkan gencatan senjata pada Kamis lalu setelah melakukan kesepakatan dengan Turki yang merupakan pendukung kelompok oposisi Suriah.
Namun sayangnya gencatan senjata itu ternoda saat pesawat-pesawat perang mengebom area Suriah di barat laut pada Jumat, (30/12). Hal ini dilaporkan oleh kelompok oposisi.
Pejabat politik kelompok oposisi Free Syrian Army (FSA) Asaad Hanna mengatakan, kekerasan di Suriah telah berkurang. Namun ini tak berarti kekerasan sudah berhenti.
"Kami tak bisa merasa optimistis mengenai Rusia yang sering membunuh kami. Mereka bukan malaikat namun kami senang karena kami mengurangi kekerasan dan bekerja mencari cara untuk menyelesaikan konflik ini," kata Hanna.
Gencatan senjata merupakan langkah awal untuk melakukan pembicaraan damai setelah beberapa langkah internasional yang dilakukan untuk mengakhiri perang Suriah gagal. Perang Suriah telah menewaskan lebih dari 300 ribu orang dan mengusir lebih dari 11 juta orang.