Senin 02 Jan 2017 17:24 WIB

Damanhuri Zuhri Dikenal Sebagai Sosok Penyemangat

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Nur Aini
Keluarga dan kerabat mengantarkan wartawan Republika Damanhuri Zuhri di tempat peristirahatan terakhirnya di kawasan Parung, Bogor, Senin (2/1).
Foto: Republika/EH Ismail
Keluarga dan kerabat mengantarkan wartawan Republika Damanhuri Zuhri di tempat peristirahatan terakhirnya di kawasan Parung, Bogor, Senin (2/1).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Yayasan Dinamika Umat Kahuripan, Bogor,  Hasan Basri Tanjung, ikut berduka atas meninggalnya jurnalis senior Republika, Damanhuri Zuhri. Hasan mengetahui kabar duka tersebut pukul 05.00 WIB, Senin (2/1) dari istri almarhum.

 

Pada Senin (2/1) pagi, telepon selulernya bergetar, tanda ada telepon masuk. Dengan cepat dia mengambil dan melihat nama yang muncul di layar ponsel yakni Ustaz Damanhuri Zuhri. Rasa senang seketika muncul di benaknya, mengingat almarhum Daman yang telah dianggapnya sebagai guru dan sahabat baik sudah lima hari dirawat di Rumah Sakit Sari Asri Ciputat. Kamis (29/12) lalu, Hasan dan keluarga menjenguk dan sempat bercanda dan berfoto. Meskipun ucapannya sedikit terganggu, tetapi masih bisa dimengerti dengan baik.

Saat menerima telepon, tidak ada pikiran lain dalam benak Hasan kecuali kabar baik bahwa beliau sudah bisa menelepon dan itu tanda jika beliau mulai pulih. "Dengan rasa senang dan hangat saya ucapkan salam, rupanya dijawab oleh  istrinya. "Pak Ustaz, Bapak sudah tidak ada. Beliau sudah dipanggil Allah SWT. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Kaget sekali dan air mata tak tertahankan lagi. Begitu cepatnya beliau pergi. Istri dan anak-anak saya ikut kaget dengar berita pun turut menangis. Sembari kami mengirimkan Alfatihah sebagai doa tulus untuk beliau," ujarnya, Senin (2/1).

Menurut Hasan, Daman adalah seorang pejuang masjid dan penulis hebat. Dia mengenal almarhum Daman sebagai jurnalis senior Republika yang senang membantu tanpa pamrih. Hasan menyebut almarhum banyak berjasa untuknya dan orang lain, terutama membuka pintu redaksi Republika sehingga tulisannya dimuat di kolom Hikmah. Bahkan, terbitnya dua buku milik Hasan berjudul Karunia tak Ternilai dan Mendaki Jalan Kemuliaan lantaran hasil relasi almarhum ke penerbit Al-Mawardi Prima.

"Jarang kawan dan guru macam beliau. Ucapannya selalu mengapresiasi dan menyemangati. Ia pandai memuliakan dan menghargai orang lain," ujarnya.

Dia menilai jaringan dan perkawanan almarhum juga luas, menembus batas usia dan status sosial. Langkahnya mudah jika berkaitan dengan sumber berita dan tidak banyak pikir jika itu memberi kebaikan bagi orang lain.

Senin pagi, pukul 07.00 WIB, Hasan dan keluarga bertakziyah ke rumah duka di Parung, Bogor. Jamaah dan tetangga sudah penuh sesak. Isak tangis terdengar dari berbagai sudut, sebagai tanda bersedih dan kehilangan. Hasan pun duduk di samping jenazah dan membuka kain putih yang menutup wajah Daman yang damai, Hasan tak kuasa menahan tangis dan air mata. "Guru dan sahabatku Ustaz Daman, jasamu belum bisa kami balas. Cukuplah itu sebagai bekal kembali ke haribaan Ilahi. Selamat jalan, kuburan laksana taman surga sudah menunggu. Doa kami semua menghantarkanmu, semoga semua dosa diampuni dan amal saleh dihargai. Aamiiin YRA," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement