REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi berharap dapat segera mengunjungi Indonesia untuk menyampaikan terima kasih atas bantuan pemerintah dan rakyat Indonesia serta menjalin kerja sama yang lebih erat. Hal tersebut disampaikan Duta Besar Myanmar untuk Indonesia Aung Htoo mengatakan di Jakarta, Senin (2/1).
Menurut Aung Htoo sejak negaranya memiliki pemerintahan baru pada Maret 2016, Presiden Htin Kyaw dan Konselor Aung San Suukyi belum mengunjungi Indonesia sebagai bagian dari tradisi ASEAN. "Presiden dan konselor kami belum pernah mengunjungi Indonesia. Jadi ini akan menjadi kunjungan pertama, bagian dari tradisi ASEAN, dan pada saat yang sama kami ingin berterima kasih atas bantuan yang telah diberikan Indonesia," kata dia.
Pada 29 Desember 2016, Presiden Joko Widodo telah melepas 10 kontainer bantuan kemanusiaan dari Indonesia untuk masyarakat Rakhine, Myanmar, yang terdiri atas mi instan, makanan dan susu bayi, serta pakaian.
Pemerintah baru Myanmar juga berharap kunjungan Aung San Suu Kyi dapat sekaligus meningkatkan kerja sama kedua negara, khususnya di bidang ekonomi. "Kami ingin mengundang perusahaan Indonesia, khususnya BUMN, untuk bekerja sama dengan perusahaan Myanmar," kata dia.
Sebelumnya, Aung San Suu Kyi berencana mengunjungi Indonesia pada 2 Desember 2016, namun karena krisis Rakhine dan situasi di Jakarta yang kurang kondusif,maka kedua belah pihak sepakat untuk menunda kunjungan tersebut. "Pada dasarnya, kami mengusulkan pada minggu pertama atau kedua Januari, tetapi itu (jadwal kunjungan) tergantung pada Indonesia, jika kalian siap maka kamu dapat berkunjung," kata Htoo.
Menurut Dubes Htoo, saat Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengunjungi Myanmar pada 6 dan 19 Desember 2016 lalu, kedua belah pihak telah membahas perihal jadwal ulang kunjungan Aung San Suu Kyi ke Indonesia, dan Menlu RI menyarankan agar kujungan dilakukan setelah 19 Januari 2017.Alasannya, pada minggu pertama hingga 19 Januari 2017, terdapat pertemuan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Rabat, Maroko.