REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah mengkritisi langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang memblokir sejumlah media Islam. Pasalnya, dasar ataupun indikator-indikator pemblokiran tersebut dinilai tidak jelas.
"Situs yang menggunakan nomenklatur 'nasionalisme' yang melakukan ujaran kebencian bebas-bebas saja. Artinya ada faktor ketidakadilan dan tidak transparansi di sini," ujar Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak kepada Republika.co.id, Selasa (3/1).
Dia menyarankan Kominfo segera menjelaskan indikator-indikator tersebut. Dahnil setuju apabila Kominfo memblokir media yang mengandung unsur ujaran kebencian, baik itu media Islam, media non-Islam, hingga media yang mengklaim nasionalis. "Kalau ada ujaran kebencian, anti-NKRI, dan anti-Pancasila harus ditindak," kata Dahnil.
Beberapa waktu lalu, Kominfo mengatakan bahwa pemblokiran tersebut atas permintaan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Polri. Menurut Dahnil, apabila pemblokiran itu hanya berdasarkan permintaan ketiga instasi tersebut, artinya Kominfo tak mempunyai indikator tersendiri terkait media-media seperti apa yang sebaiknya diblokir.
Apabila pemblokiran media hanya berdasarkan permintaan lembaga tertentu, maka akan menimbulkan masalah baru. Pemuda Muhammadiyah sendiri seringkali mengkritik perspektif BNPT. "Misalnya media yang menggunakan kalimat-kalimat jihad diblokir, padahal jihad ajaran penting bagi Islam," kata dia.
BNPT disarankan jangan hanya menyoroti situs Islam semata. Faktanya, kata Dahnil, ada situs-situs yang mengklaim dirinya nasionalis namun melakukan ujaran kebencian. "BNPT kalau mau tangkap teroris, selalu mencari yang ada Islamnya. Ini stigma yang dibangun BNPT. Bahaya. Ketidakadilan bisa muncul," ujarnya.
(Baca Juga: Kemenkominfo Diminta Jelaskan Indikator Pemblokiran Media Islam)