REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepergian wartawan Republika Damanhuri Zuhri pada Senin (2/1/2017) dalam usia 52 tahun masih menyisakan duka mendalam bagi banyak orang. Tak terkecuali sahabatnya, Aris Eko Sediono, yang pernah menjadi tandem Damanhuri saat melakukan liputan di Istana Negara.
Salah satu kenangan yang melekat dalam ingatan Aris adalah ketika Damanhuri ditugaskan meliput Perang Teluk ke-3. Aris masih ingat betul pesan singkat (SMS) Damanhuri kala itu. "Bos saya berangkat yah. Mama Nadia sedang hamil euy." Nadia adalah anak pertama Damanhuri.
“Begitu SMS Damanhuri masuk dalam hape saya mengabarkan keberangkatannya ke Amman, Yordania, pada akhir Maret 2003. Dia sudah di Bandara Cengkareng ketika itu, siap-siap meliput Perang Teluk ke-3. Saya sedang di kantor Republika, jalan Warung Buncit 37, Jakarta,” ungkap Aris kepada Republika.co.id, Selasa (3/1).
Panggilan ‘bos’ bukan berarti Aris adalah atasan Damanhuri. “Saya bukanlah atasan Damanhuri. Kami sama-sama awak redaksi di Republika. Sapaan itu adalah kebiasaan dia yang senantiasa menghargai kawan. Jangankan dengan saya yang seusia, terhadap mereka yang lebih muda pun, Damanhuri acap menyapanya dengan 'bos',” tutur Aris.
Namun, kata Aris, kala itu ia tersentak juga dengan keberangkatan Damanhuri ke Amman karena harus meninggalkan isterinya yang hamil anak ketiga. Ketika itu keputusan memilih Damanhuri meliput Perang Teluk ke-3 tergolong mendadak. Selain fasih berbahasa Arab, Damanhuri juga pernah meliput Perang Teluk ke-2 saat masih bergabung dengan Media Dakwah.
Hari-hari berikutnya, laporan Damanhuri tentang kondisi di Irak pascabombardir pasukan sekutu pimpinan Amerika Serikat mengisi halaman pertama Republika. Damanhuri membuat laporan dari Amman, Yordania.
“Saat hari Sabtu siang menjelang sore, saat saya sedang bertugas di kantor Republika ada SMS dari Damanhuri. Dia minta saya menelponnya. Segera saya minta operator telepon agar menyambungkan saya dengan Damanhuri yang sedang bertugas di Amman itu,” tutur Aris.
Kedua sahabat itu pun saling berbicara. Damanhuri, kata Aris, menceritakan berbagai hal. Sejak keberangkatannya dari Tanah Air hingga sampai Amman. “Seperti biasa, ada saja cerita menarik, lucu maupun heboh dari dia. Baik tentang selama penerbangan, mencari penginapan maupun mencari bahan berita,” kenang Aris.
Tak terkecuali, Damanhuri juga mengatakan membawa bekal empal daging haji Dadih, Lebak Wangi, Parung, Jawa Barat, yang menurutnya paling enak sedunia. Empal daging ini juga menjadi kegemaran pak Casmo T, mas J Osdar dan wartawan lain yang bertugas di Istana saat menjadi rombongan (Damanhuri juga ikut) kunjungan Presiden KH Abdurrahman Wahid ke Amerika.
Rupanya, Damanhuri menyampaikan bahwa dia akan segera berangkat menuju Baghdad. Bersama rekan wartawan dari Pikiran Rakyat, dia mengatakan sudah mendapatkan mobil carteran bersama sopir yang siap mengantarkan melalui jalan darat ke kota yang menjadi sasaran serangan tentara koalisi pimpinan Amerika.
“Saya lebih banyak mendengarkan. Dia bercerita tentang tak mudahnya mencari kendaraan dan sopir yang bersedia mengantar ke Baghdad. Tentang rompi perang, bekal makan yang harus dibawa dan urusan lain yang harus dia siapkan saat melewati pos-pos pemeriksaan. Juga cara dia mengirimkan berita melalui faximili,” ujarnya.
Tak lama kemudian, setelah Aris dan Damanhuri berhenti bertelponan, rupanya mobil carteran dan sopir yang membawa Damanhuri masuk Irak menuju Baghdad mulai bergerak.
“Dia memberitahu melalui SMS. Sekitar 20 menit kami saling sapa melalui SMS. Ketika itu dia mengatakan sudah berada di kawasan Irak. Banyak hal yang dia sampaikan. Termasuk menyinggung kehamilan isterinya yang mengandung anak ketiga,” papar Aris.
Namun tiba-tiba SMS Aris tak dibalas oleh Damanhuri. Belakangan saat sudah kembali ke Tanah Air dia bercerita bahwa ketika itulah mobil yang dia tumpangi masuk dalam kawasan yang sudah dikendalikan tentara koalisi.
Tidak ada sama sekali sinyal ponsel agar bisa berkomunikasi. Hal itu dia alami hingga sampai Baghdad. “Saya agak lupa apakah dia menginap di hotel Jurnalis atau Palestine saat di ibukota Irak, ketika itu,” ujar Aris.
Damanhuri beberapa hari di Baghdad. Reportase-nya tentang suasana di Baghdad menghiasi halaman pertama koran Republika. “Damanhuri mendengarkan langsung suara tembakan, dentuman bom maupun suasana kekerasan dalam kawasan yang tengah berkecamuk perang. Atas alasan keamanan dan semakin memburuknya situasi di Baghdad, dia kembali ke Amman Yordania. Kalau tidak salah, beberapa waktu kemudian hotel itu luluh lantak akibat serangan bom tentara koalisi,” papar Aris.
Nisa (yang saat 13 tahun lalu masih dalam kandungan), juga Nadia dan Faiz tentu bangga akan dedikasi ayahnya menjalankan pekerjaan sebagai wartawan. Meninggalkan anak dan isteri yang sedang hamil bertaruh nyawa menjalankan liputan di medan perang. Meski waktunya nyaris habis untuk pekerjaan dan kegiatan lainnya, Damanhuri adalah sosok yang amat perhatian terhadap tiga anaknya.
Di mata Aris, Damanhuri bukan saja wartawan tulen, namun juga memiliki kepiawaian dakwah bil lisan. “Beberapa kali isteri saya mengundang sebagai nara sumber dalam pengajian di mushala dekat rumah kami. Setiap menyampaikan ceramah dia minta speaker mushala dimatikan. Materi ceramahnya enak dan mudah dipahami serta disenangi jamaah karena diselingi humor-humor segar,” kata Aris.
Namun, Senin (2/1) kemarin tenggorokan Aris tercekat saat menghampiri Nadia di samping jenazah ayahnya terbaring di rumah duka, Kampung Tulang Kuning, Dewa Waru, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. "Ini yang terbaik untuk ayah, Om," ujar Nadia.
Nadia (alumni PP Darussalam Gontor Putri dan mahasiswi STNU Jakarta, tingkat akhir) tak beranjak dari rumah sakit selama ayahnya dirawat melawan penyakit gula darah dan kolesterol. "Doakan saya bisa mengasuh anak-anak, Mas," ujar ibu Nadia saat Aris menghampiri.
“Saya hanya bisa mengangguk dan makin tercekat serta membiarkan isteri dan anak saya bergantian menghampiri isteri almarhum Damanhuri,” tutur Aris.
Hanifah Hussein yang datang melayat tak bisa menahan air mata saat mendengar cerita ibu Nadia bahwa sejak masuk rumah sakit almarhum minta agar sahabat-sahabatnya segera diberitahu. Dia hampir tak percaya saat Aris memberitahu bahwa Damanhuri meninggal dunia.
"Gak nyangka secepat ini Kang Daman meninggalkan kita, Mas. Orang baik seperti Kang Daman husnul khatimah, Mas. Insya Allah," ujar Hanifah, isteri Ferry Mursyidan Baldan (mantan Menteri ATR/Kepala BPN) ini kepada Aris.
Di akhir penuturannya, Aris Eko masih belum juga bisa melupakan kesedihannya atas kepergian sahabat terbaik. “Selamat jalan, Om Daman. Senyum dan kebaikanmu tak akan pernah kami lupakan,” ujar Aris lirih.