Rabu 04 Jan 2017 14:42 WIB

Penduduk Miskin Jatim Turun 64 Ribu Jiwa

Rep: Binti Sholikah/ Red: Ilham
Potret kemiskinan
Foto: pandega/republika
Potret kemiskinan

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur diklaim turun 0,20 poin, dari 12,05 persen pada Maret 2016 menjadi 11,85 persen pada September 2016. Jumlah penduduk miskin turun sebanyak 64,77 ribu jiwa, dari 4,70 juta jiwa pada Maret 2016 menjadi 4,63 juta jiwa pada September 2016.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, Teguh Pramono mengatakan, sejak 2008 presentase kemiskinan di Jatim selalu turun. Pada 2008, presentase penduduk miskin di Jatim mencapai 18,51 persen dari total penduduk.

Menurut Teguh, ada tiga faktor yang mempengaruhi penurunan angka kemiskinan. Di antaranya, selama periode Maret–September 2016 hanya terjadi inflasi sebesar 1,36 persen. Harga beras juga mengalami penurunan 2,31 persen, dari Rp 9.690 per kilogram pada Maret 2016 menjadi Rp 9.466 per kilogram pada September 2016.

“Selama periode Maret–September 2016, selain beras harga eceran, beberapa komoditas bahan pokok mengalami penurunan seperti telur ayam ras, tempe dan tahu, masing-masing turun sebesar 1,35 persen, 3,79 persen, dan 0,49 persen,” jelasnya kepada wartawan di kantor BPS Jatim, Selasa (3/2).

Jika ditinjau dari daerahnya, pada September 2016, penduduk miskin di perkotaan turun 0,03 poin dari 7,94 persen menjadi 7,91 persen. Sedangkan presentase penduduk miskin di desa turun 0,18 poin dari 16,01 persen menjadi 15,83 persen.

“Di kota, meskipun presentase kemiskinan menurun, tapi jumlahnya bertambah, dari 1,51 juta jiwa pada Maret 2016 menjadi 1,55 juta jiwa pada September 2016. Sedangkan jumlah penduduk miskin di desa berkurang, dari 3,18 juta jiwa menjadi 3,08 juta jiwa,” jelasnya.

Teguh menjelaskan, penghitungan angka kemiskinan menggunakan konsep kebutuhan dasar (basic need aprroach) dengan menarik garis kemiskinan. Garis kemiskinan merupakan harga yang dibayar oleh kelompok acuan untuk memenuhi kebutuhan pangan sebesar 2.100 kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan nonpangan asensial seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lainnya.

Berdasarkan hasil survei nasional, pada periode Maret–September 2016, garis kemiskinan meningkat sebesar 2,30 persen atau naik Rp 7.411 per kapita per bulan, yakni dari Rp 321.761 per kapita per bulan menjadi Rp 329.172 per kapita per bulan. Peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan.

Pada September 2016, komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada garis kemiskinan baik di perkotaan maupun pedesaan hampir sama. Beras memberikan sumbangan sebesar 19,32 persen di perkotaan dan 22,45 persen di pedesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua pada garis kemiskinan, yakni 10,59 persen di perkotaan dan 12,16 persen di pedesaan. “Komoditas lainnya yang mempengaruhi adalah daging sapi, gula pasir, telur ayam ras, tempe, dan tahu,” katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement