REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam memang bukan agama mayoritas di Taiwan. Dulu, pertumbuhannya relatif lambat dengan hanya 100 umat baru setiap tahun. Keadaan itu berubah sejak tenaga kerja asing yang beragama Islam, termasuk dari Indonesia (TKI), ‘membanjiri’ Taiwan.
Pada 2007, terdapat sekitar 53 ribu orang Tionghoa Taiwan yang beragama Islam atau 0,2 persen dari total populasi. Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai tentara dan pegawai negeri. Pada saat yang sama, terdapat lebih dari 80 ribu Muslim Indonesia yang menjadi TKI di Taiwan. Keberadaan TKI dan tenaga-tenaga asing lain yang beragama Islam membuat geliat agama Allah di Taiwan semakin terasa. Masjid-masjid ber munculan. Gerai makanan halal pun kian mudah ditemukan.
Sebelum masuk ke Taiwan, Islam telah lebih dulu berkembang di Cina daratan. Sebagian di antara mereka kemudian hijrah ke Taiwan pada abad ke-17. Saat itu, seperti dilansir laman islam.org.hk, orang-orang Muslim yang tinggal di Provinsi Fujian, Cina bagian selatan, bergabung dengan pasukan Koxinga (Cheng Cheng-Kung) menyerbu Taiwan untuk mengusir pasukan Belanda yang menduduki pulau itu.
Usai perang, sebagian pasukan Koxinga – beberapa di antara mereka beragama Islam – memilih menetap di Taiwan. Keturunan mereka kemudian menikah dan berasimilasi dengan masyarakat setempat. Sebagian dari mereka tetap menjadi Muslim, namun sebagian lainnya berpindah agama.
Masuknya Islam ke Taiwan (waktu itu masih bernama Pulau Formosa) memang tak lepas dari sejarah masuknya Islam ke Cina daratan. Islam masuk ke Cina melalui kawasan barat negeri itu. Adalah para pedagang Muslim yang membawa Islam ke Cina pada abad ketujuh Masehi. Di Negeri Tirai Bambu, banyak di antara mereka yang kemudian menikahi wanita setempat.
Perkawinan ini menghasilkan kelompok etnis baru di Cina yang bernama etnis Hui. Itu sebabnya, masyarakat Cina awalnya menyebut agama Islam dengan se butan Huì Jiào yang berarti “agama Hui”. Tapi belakangan, masyarakat setempat terbiasa dengan sebutan Y s lán Jiào atau “agama Islam”.
Mengenai perkembangan Islam di Taiwan, Prof Lien Ya Tang dalam bukunya, History of Taiwan (1918), menjelaskan, warga Muslim di Taiwan umumnya beragama Islam untuk dirinya sendiri. Mereka tidak aktif berdakwah. Mereka juga tidak membangun masjid di pulau tersebut.
Gelombang kedua kedatangan Muslim ke Taiwan berlangsung selama perang sipil di Cina pada abad ke-20. Saat itu, sekitar 20 ribu tentara Muslim beserta keluarganya yang pro partai nasionalis Kuomintang pim pinan Chiang Kai Shek memilih hijrah ke Taiwan pada 1949 ketimbang hidup di Cina daratan yang dikuasai komunis. Kebanyakan dari mereka adalah tentara dan pegawai negeri dari sejumlah wilayah di bagian selatan dan barat Cina yang banyak dihuni orang Islam, seperti Yunnan, Xinjiang, Ningxia, dan Gansu.
Arus kedatangan Muslim ke Taiwan kembali terjadi pada 1980-an. Kala itu, ribuan umat Islam dari Myanmar dan Thailand bermigrasi ke Taiwan untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Mereka adalah keturunan tentara pronasionalis yang melarikan diri dari Provinsi Yunnan ketika kelompok komunis berhasil menguasai Cina daratan.