REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah kembali memblokir sebelas situs media Islam yang diduga meresahkan. Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers Imam Wahyudi pun menyampaikan sebelas situs Islam yang telah diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tersebut tak memenuhi syarat dalam undang-undang jurnalistik.
"Itu bukan (situs yang memenuhi syarat dalam undang-undang pers)," kata dia, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (4/1). Ia menjelaskan, salah satu tugas dewan pers adalah mendata perusahaan pers dan membuat penilaian kode etik jurnalistik. Situs-situs yang memenuhi syarat pers dan produk jurnalistik, maka akan dianggap sebagai produk jurnalistik. Hal ini berdasarkan UU Pers No 40/1999.
"Kalau tidak memenuhi syarat (jurnalistik) bukan berarti situs pers, itu diatur oleh undang-undang lain. Bisa undang-undang ITE," ucapnya.
Sebelumnya, pemerintah kembali memblokir 11 situs Islam yang dinilai meresahkan dan menyebar informasi fitnah serta SARA. Dasar dari pemblokiran terhadap situs yang dianggap mengandung konten negatif itu merujuk pada Undang Undang (UU) ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) yang baru, Nomor 19 Tahun 2016 dari Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 sebelumnya.
Kesebelas situs tersebut ialah, voa-islam.com, nahimunkar.com, kiblat.net, bisyarah.com, dakwahtangerang.com, islampos.com, suaranews.com, izzamedia.com, gensyiah.com, muqawamah.com, dan abuzubair.net.
Mantan Ketua Dewan Pers, Bagir Manan juga sebelumnya menilai pihak pengelola 11 situs yang merasa dirugikan atas pemblokiran oleh Kemenkominfo bisa meminta perlindungan ke Dewan Pers. Namun ia menegaskan, ada aturan agar situs portal berita bisa diadvokasi oleh Dewan Pers, yakni salah satu syaratnya adalah situs tersebut memenuhi syarat dalam undang undang pers.