Kamis 05 Jan 2017 03:45 WIB

Kabinet Belanda Putuskan Selidiki Pembantaian di Rengat pada 1949

Jeffr Pondaag, dari Yayasan KUKB saat membawa perwakilan korban pembantaian Rawagede ke pengadilan Belanda, Juni 2011.
Foto: dokpri
Jeffr Pondaag, dari Yayasan KUKB saat membawa perwakilan korban pembantaian Rawagede ke pengadilan Belanda, Juni 2011.

REPUBLIKA.CO.ID, KUTACANE -- Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) mengemukakan, kabinet Negeri Kincir Angin telah memutuskan untuk menyelidiki pembantaian terhadap 2.600 orang dalam sehari di Rengat, Provinsi Riau, 5 Januari 1949.

"Semua diteliti, tak hanya peristiwa di Rengat. Tetapi siapa saja di Indonesia. Yang melapor pada kita, dan bisa mereka buktikan untuk di bawa ke pengadilan," ucap Ketua Yayasan KUKB, Jeffry Pondaag melalui telepon genggam di Kutacane, Aceh Tenggara, Rabu (4/1).

Ia menjelaskan, kabinet Belanda pada 2 September 2016 telah mengambil sikap atas pengiriman sekitar 200 ribu tentara ke Indonesia pada rebntang tahun 1945 hingga 1949. Kebijakan tersebut menjadi fakta sejarah bahwa Belanda tidak mengakui kemerdekaan Negara Indonesia yang diproklamirkan oleh Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1945.

Selain itu, lanjutnya, satu buku seberat dua kilogram dengan tebal hampir 900 halaman yang ditulis secara detail oleh seorang peneliti berkewarganegaraan Swiss, beredar luas di Belanda. "Buku itu ditulis, karena kami menggugat pemerintah Belanda terkait pembunuhan di Rawagede. Nah, si peneliti ini, membaca peristiwa itu. Sebab, kita menang di pengadilan di Belanda," katanya.

Sejak itu, atau enam tahun lalu dia meneliti. Kemudian, membuat buku. "Saya sarankan, buku itu dipakai sekolah-sekolah Tanah Air sebagai pembelajaran," katanya. Meski telah diputuskan untuk diselidiki, ujar Jeffry, tetapi belum ditunjuk siapa yang akan meneliti agresi tentara Belanda di Indonesia yang difokuskan di Jawa, Sumatera dan Sulawesi.

"Hingga kini, belum ada keputusan. Kabarnya tiga institut di Belanda, tetapi kita tak setuju. Karena selama 70 tahun mereka 'tidur'," ujarnya.

Menurut dia, kalau mereka benar-benar ingin meneliti secara objektif, maka harus melibatkan Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. "Sebab peristiwa Rawagede, yang meneliti itu 'kan tiga negara ini," tambah Jeffry.

KUKB telah membawa data sekitar 35 orang korban pembantaian yang terjadi di Kota Rengat dan sekitarnya, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau dilakukan oleh pasukan Belanda.

"Dalam sejarah tercatat, di Kota Rengat ada 2.000 rakyat dibantai. Dan 600 lainnya di Kecamatan Air Molek. Belanda dalam sehari melakukan pembunuhan massal. Mayat-mayatnya dibuang di sungai Indragiri," kata Ketua Umum Ikatan Keluarga Besar Masyarakat Indragiri, Susilowadi.

Tercatat sebelumnya, Yayasan KUKB telah berhasil memperjuangkan hak para ahli waris korban pembantaian Belanda dari peristiwa di Rawagede, Jawa Barat tahun 1945-1949 dan peristiwa Westerling, Sulawesi Selatan tahun 1946-1947.

Pemerintah Belanda memberikan ganti rugi terhadap keluarga korban pembantaian yang dilakukan tentara mereka di Rawagede dan Westerling pada periode pendudukan antara tahun 1945 sampai 1949.

KUKB mendampingi dua kasus ini mengatakan, ada sepuluh janda korban penembakan Westerling yang menerima ganti rugi sebesar 27 ribu dolar AS atau sekitar Rp 277,6 juta per orang.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement