Kamis 05 Jan 2017 10:28 WIB

Negara Diminta Lakukan Klarifikasi Resmi Soal Kasus Jokowi Undercover

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Bayu Hermawan
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto menunjukkan buku
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto menunjukkan buku

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta negara untuk membantu Presiden Jokowi dengan membentuk tim independen untuk melakukan klarifikasi secara resmi terkait kasus buku Jokowi Undercover. Menurutnya, pembentukan tim independen dan klarifikasi secara resmi dibutuhkan untuk mengembalikan citra Jokowi beserta keluarganya secara resmi.

"Tim independen terdiri dari berbagai ahli termasuk pihak universitas, ahli sejarah, pihak kesehatan, kepolisian, kejaksaan, komunitas intelijen (BIN, BAIS) untuk melakukan klarifikasi secara resmi," kata Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, melalui pesan singkat, Kamis (5/1).

Tim yang dibentuk tersebut, nantinya bertugas menelusuri fakta sejarah, mengumpulkan dokumen, termasuk data rahasia negara sebagai data sekunder, pengambilan data primer, serta melakukan penyelidikan ilmiah (scientivic investigation) melalui tes DNA. Adapun hasilnya bisa dibukukan serta diumumkan ke publik secara resmi.

"Di saat proses belangsung Presiden Jokowi harus ditempatkan sebagai warga negara Indonesia yang diduga difitnah," kata Natalius.

Natalius menambahkan, proses hukum oleh kepolisian terhadap penulis buku Jokowi Undercover, Bambang Tri Mulyono, perlu mendapat apresiasi. Itu tak lain karena itu bertujuan baik untuk melindungi kepala negara.

Namun, penilaian masyarakat atas adanya pelarangan terhadap karya cipta perlu menjadi perhatian luas. Sebab, terkesan ada kecenderungan penyalahgunaan kewenagan (abuse of power) melalui pengekangan kebebasan pendapat, pikiran dan perasaan serta pengekangan kebebasan ekspresi rakyat Indonesia yang telah diperjuangkan dengan nyawa dan darah sejak 18 tahun silam.

"Negara sebaiknya tidak memasuki ruang hak asasi individu yang telah melekat secara alamia, namun harus melakukan suatu upaya progresif dan profesional untuk menyatakan bahwa buku tersebut adalah salah," kata Natalius menjelaskan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اَرِنِيْ كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتٰىۗ قَالَ اَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۗقَالَ بَلٰى وَلٰكِنْ لِّيَطْمَىِٕنَّ قَلْبِيْ ۗقَالَ فَخُذْ اَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِفَصُرْهُنَّ اِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلٰى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِيْنَكَ سَعْيًا ۗوَاعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌحَكِيْمٌ ࣖ
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

(QS. Al-Baqarah ayat 260)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement