REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memblokir 11 situs Islam yang dianggap meresahkan. Pengamat media sosial Nukman Luthfie mengatakan, pemblokiran tersebut seharusnya dilakukan secara transparan. Selain itu, pengelola situs bisa melakukan pembelaan.
"Makanya pemblokiran harus jelas. Pemblokiran harus terbuka, harus transparan," katanya, Kamis (5/1).
Nukman mengatakan, sudah pernah ada beberapa situs yang sempat diblokir. Tapi kemudian dapat dibuka kembali. Karena pengelola situs dapat menunjukan situsnya tidak melanggar undang-undang. "Gak boleh semena-mena. Makanya ditanya dimana salahnya bisa diperbaiki gak," tambahnya.
Ia mencontohkan, situs Qureta sempat diblokir. Namun kemudian dibuka kembali. Karena itu, lanjut Nukman, pengelola harus mencantumkan kontaknya di situs yang ia kelola.
"Pemblokir pun tidak permanen. Sepanjang yang punya bisa menunjukan tidak melanggar undang-undang bisa dibuka lagi. Udah banyak begitu kan?" lanjut Nukman.