REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah terbitnya draf peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) tentang Komis Pemberantasan Korupsi (KPK). Kejakgung menilai KPK tidak mungkin bisa menanggani kasus korupsi tanpa dibantu institusi lain.
"Ini memang cukup menghangatkan, karena ada pasal yang cukup signifikan bahwa kewenangan penindakan korupsi itu hanya tunggal di KPK. Artinya kejaksaan dan kepolsian yang selama ini menangani korupsi menjadi tidak punya kewenangan di Perppu itu," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Noor Rachmad di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (5/1).
Sebelumya beredar draf Perppu KPK, didalamnya disebutkan KPK merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil tindak pidana korupsi. KPK juga dapat menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) sendiri.
Noor melanjutkan, ia telah melakukan pengecekan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan memang tidak ada draf tersebut. Noor menilai, tidak mungkin juga kasus tindak pidana korupsi hanya ditangani oleh satu lembaga saja. Pasalnya, selama ini kasus tersebut ditangani oleh tiga lembaga dan keteteran.
"Selama ini perkara korupsi ditangani kepolisian, kejaksaan, KPK dan itu tidak habis-habis, banyak. Bayangin saja kalau hanya KPK yang menangani dengan personel yang betapa ribu apakah mungkin akan tuntas? Yang selama ini saja yang banyak institusi kasus itu enggak tuntas, kalau satu lembaga bagaimana?," jelasnya.
Noor sendiri masih belum dapat memastikan siapa yang menyebarkan draf tersebut. Apakah benar ada yang berusaha mengadu domba atau memang ada perlawanan dari para koruptor yang menyebarkan draf tersebut.
"Yang jelas saya melakukan pengecekan, enggak ada. Ya sudah kalau tidak ada kok bisa beredar? Apakah ini bentuk perlawanan para koruptor, ini saya enggak tahu," jelasnya.