REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif pengurusan dokumen kendaraan bermotor seperti STNK diyakini tak akan memberikan penambahan penerimaan negara secara signifikan.
Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Apung Widadi mengungkapkan, kontribusi dari kenaikan tarif STNK misalnya, hanya akan menyumbang Rp 1,7 triliun untuk penerimaan negara nonpajak. Ia menilai, kebijakan pemerintah ini adalah buntut dari rencana pemerintahan di bawah Presiden Jokowi untuk mengebut pembangunan infrastruktur.
Artinya, pemerintah sedang membutuhkan tambahan dana yang cukup besar untuk membiayainya. "Terkait catatan itu cuma Rp 1,7 triliun, kemarin tax amnesty luar biasa. Saya sih menduga negara saat ini butuh uang untuk infrastruktur, banyak kado pahit awal tahun, kenaikan BBM, listrik, kado pahit jokowi bagi rakyat," ujar Apung dalam sebuah diskusi, Kamis (5/1).
Belum lagi, Apung menilai bahwa pelayanan pengurusan dokumen kendaraan hingga saat ini masih belum optimal. Hal ini, lanjutnya, tidak sejalan dengan anggaran kepolisian yang naik hingga Rp 10 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.
"Rp 1,7 triliun saja kenaikan PNBP, masyarakat kecil ditanya pelayanan STNK, SIM kecewa. Enggak bagus kalau lihat anggaran kepolisian besar sekali kenaikannya Rp 10 triliun lebih untuk 2017," kata Apung.
Kenaikan tarif itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mengatur beberapa hal terkait tarif baru pengurusan surat-surat kendaraan bermotor. Dalam PP itu diatur penambahan atau kenaikan tarif untuk pengesahan STNK, penerbitan nomor registrasi kendaraan bermotor pilihan, dan surat izin serta STNK lintas batas negara.
Untuk kendaraan roda dua dari Rp 50 ribu menjadi Rp 100 ribu sementara untuk roda empat dari Rp 75 ribu menjadi Rp 200 ribu. Tak hanya itu, kenaikan tarif juga berlaku untuk penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) baru dan ganti kepemilikan (mutasi).
Besaran tarifnya dari Rp 80 ribu untuk roda dua dan tiga menjadi Rp 225 ribu dan kendaraan roda empat dari Rp 100 ribu menjadi Rp 375 ribu, kemudian semua tarif baru tersebut mulai diberlakukan pada 6 Januari 2017.