REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengakui hingga saat ini sedikitnya 22 daerah aliran sungai (DAS) kondisinya kritis. "Hingga saat ini 22 DAS di seluruh Indonesia kritis. Akibatnya di berbagai daerah marak banjir bandang," kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono kepada pers usai kunjungan ke Arboretum Sumber Brantas di Batu, Malang, Jumat (6/1).
Arboretum Sumber Brantas adalah daerah konservasi penyelamatan sumber mata air Sungai Brantas seluas 19 ha dan berdaya tampung 10 ribu pohon. Saat ini dikelola oleh Perum Jasa Tirta I.
Menurut Basuki, banjir bandang di beberapa daerah seperti Bima, Garut, Bandung dan Pati bahkan Purwodadi Malang Kamis, (5/1) terbukti karena kondisi daerah tangkapan airnya (arboretum) sudah rusak. "Penyebabnya tak lain adalah alih fungsi lahan hutan menjadi daerah industri, pertanian, komersial dan lainnya, termasuk cara tanam petani di sekitar daerah tangkapan air," katanya.
Ia memberikan contoh, kawasan pertanian di daerah Batu menuju kawasan Arboretum Sungai Brantas terlihat para petani tak menggunakan pola tanam yang baik. "Sangat tampak polanya menanam di lahan perbukitan tanpa sistem terassering tetapi langsung pada kemiringan tertentu. Ini sudah jelas-jelas sangat berbahaya karena saat curah hujan tinggi langsung jadi bahan sedimentasi," kata Basuki.
Oleh karena itu, ia menegaskan pihaknya mengajak masyarakat dan pihak terkait untuk gencar kembali menjaga daerah tangkapan air dengan penghijauan dan menahan laju alih fungsi lahan. "Sudah bukan rahasia kalau banjir bandang di berbagai daerah akhir-akhir ini bukan banjir air tetapi lumpur," katanya.
Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja menyebut ciri DAS kritis di sebuah wilayah adalah sering terjadi bencana banjir dan longsor. Juga debit air musim hujan dan kemarau yang ekstrem dan marak pencemaran lingkungan.
Direktur Irigasi Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Adang Saf Ahmad menyebut laju alih fungsi lahan hijau menjadi lainnya di Indonesia rata-rata per tahun 100 ribu ha. "22 DAS kritis tadi tersebar di 131 satuan wilayah sungai (SWS) seluruh Indonesia dan setiap SWS terdapat satu atau lebih DAS," kata Adang.
Adang menambahkan, isu DAS saat ini terbagi dalam dua masalah pokok yakni ketika musim kemarau, trennya debit air makin mengecil dan rentang musimnya lebih lama. "Istilahnya, kemarau makin panjang dan debit airnya makin mengecil," katanya.
Kemudian, tambahnya, jika musim hujan, debit air makin melimpah dan rentang musim lebih pendek. Jadi, secara umum penyebab DAS kritis itu pertama pengaruh iklim global dan kedua laju alih fungsi lahan yang tak terkendali, demikian Adang.