REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bea Cukai Soekarno Hatta bekerja sama dengan Polri mengungkap sindikat narkoba jaringan Malaysia, Kamis (5/1), kemarin. Dalam pengungkapan kasus tersebut sempat diwarnai aksi saling tembak hingga petugas berhasil mengamankan tiga orang tersangka dan barang bukti berupa 610 gram methamphetamine atau sabu.
Ketiga tersangka adalah Kessy Lilian Venace alias KLV, Chukwuebuka Cornelius Ifeanyi alias CCI, dan Malachy Chiwetalu Ayogu alias MCA. Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi menjelaskan, pengungkapan kasus ini berawal dari analisis dokumen manifest oleh petugas Bea Cukai Soekarno Hatta terhadap pesawat Air Asia QZ207 dengan rute KUL-CGK yang tiba pada pukul 00.10 WIB pada Rabu (4/1).
“Setelah dilakukan screening data, petugas menetapkan target pemeriksaan atas penumpang perempuan berinisial KLV, seorang warga negara Tanzania. Barang bukti awal yang didapatkan berupa 138 gram sabu dalam kemasan 20 kapsul dan 3 gram ganja dengan modus diselipkan di celana dalam,” ujar Heru kepada wartawan di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (6/1).
Menurut Heru, petugas Bea Cukai menginterogasi awal dan memperoleh informasi bahwa tersangka masih menelan kapsul berisi sabu sebanyak 66 butir di dalam tubuhnya. KLV diperintahkan oleh pacarnya seorang warga negara Uganda bernama Bross yang berdomisili di Malaysia untuk membawa narkoba tersebut ke Indonesia, dan selanjutnya menyerahkannya kepada anggota sindikat lainnya pada waktu dan tempat yang telah ditetapkan.
Bertolak dari informasi di atas, petugas Bea Cukai melaksanakan controlled delivery bersama Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri. Tim gabungan berhasil menyergap pelaku CCI, seorang warga negara Nigeria dan MCA warga negara Nigeria yang ditugaskan mengambil narkoba di sebuah restoran cepat saji di Sarinah, M.H. Thamrin Jakarta.
Ketika diminta untuk menunjukkan lokasi penyimpanan barang, termasuk jaringannya yang ada di Jakarta, CCI dan MCA melawan dan berusaha melarikan diri. Petugas akhirnya menembak tersangka, dalam aksi ini MCA tewas di tempat.
Sebagai tindak lanjut kasus, barang bukti diserahkan kepada Mabes POLRI untuk diproses lebih lanjut. Kasus ini melanggar pasal 114 ayat (2) dan pasal 112 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Narkotika No. 35 Tahun 2009 dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengapresiasi keputusan petugas saat menembak pelaku yang melawan polisi tersebut. Menurut Tito, aparat kepolisian tidak boleh segan dan ragu dalam mengambil tindakan tegas kepada bandar narkoba yang ingin merusak generasi muda Indonesia.
"Ini kasus penting karena sudah disampaiakan kepada tim Polri utamanya, agar jangan segan melakukan tindakan sesuai SOP, jika bahayakan petugas dan masyarakat, misalnya melawan petugas, dan karena menyelamatkan generasi bangsa," ujar Tito.