Ahad 08 Jan 2017 01:52 WIB

DPR: Menhan Berhak Hentikan Kerja Sama Militer

Menkopolhukam Wiranto (kiri) bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (tengah) dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu (kanan) meninggalkan kantor Presiden usai menyampaikan keterangan pers terkait kerjasama militer Indonesia-Australia di Jakarta, Kamis
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menkopolhukam Wiranto (kiri) bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (tengah) dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu (kanan) meninggalkan kantor Presiden usai menyampaikan keterangan pers terkait kerjasama militer Indonesia-Australia di Jakarta, Kamis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR, Sukamta menilai secara administrasi yang berwenang melakukan atau menghentikan kerja sama militer adalah Menteri Pertahanan. Hal itu menanggapi kebijakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang menangguhkan kerja sama dengan militer Austalian Defence Force.

"Ya itu kalau kerja sama kan memang secara administrasi Menhan, tetapi yang punya personelkan TNI, tidak masalah secara hukum," kata Sukamta, Sabtu (7/1).

Namun menurut Sukamta, hal itu jangan dipertentangkan karena keduanya merupakan institusi yang mengurusi Tentara Nasional Indonesia. Dia mengatakan Panglima TNI pasti sudah koordinasi terkait penangguhan kerja sama.

"Saya kira Panglima TNI sudah berkoordinasi dengan Menhan, karena panglima tidak mungkin membuat langkah yang gegabah. Cuma kalau mau melakukan itu tidak perlu lapor dulu ke masyarakat, itu urusan internal mereka," ujarnya.

Sekretaris Fraksi PKS itu meminta kepada pemerintah Indonesia untuk memaafkan ulah Australia, karena melalui Menteri Pertahanan Australia Marise Payne sudah menyampaikan permohonan maaf dan berjanji akan menginvestigasi adanya oknum yang diduga melecehkan Pancasila dan TNI. Dia mengatakan Komisi I DPR sebagai mitra kerja TNI dan Menteri Pertahanan akan memanggil keduanya untuk menjelaskan secara rinci apa yang terjadi sebenarnya dengan ADF.

"Saya kira sudah ada permintaan maaf dari pejabat resmi di Australia itu cukup," katanya.

Sukamta mengatakan salah satu agenda Komisi I DPR yang perlu diprioritaskan di awal masa sidang mendatang adalah akan memanggil Panglima TNI dan meminta keterangan. Ini dilakukan supaya jelas duduk persoalannya dan keterangan yang utuh.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement