REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur The Wahid Institute Yenny Wahid mengatakan pemikiran Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tentang humanisme perlu terus dikembangkan di tengah situasi menguatnya intoleransi beragama saat ini.
"Di tengah situasi kehidupan berbangsa yang terpecah-belah pandangan politik maka pikiran dan gagasan besar Gus Dur tentang humanisme perlu untuk terus di kembangkan dalam kehidupan bermasyarakat," ujar Yenny melalui siaran pers di Jakarta, Aha.
Menurut putri Gus Dur itu, kondisi bangsa saat ini terpecah-belah karena faktor SARA, menguatnya sikap intoleransi dalam beragama, kebinekaan yang mulai terusik, NKRI terancam karena radikalisasi paham keagamaan serta saling fitnah dan hujat karena perbedaan pandangan.
Yenny mengatakan dalam peringatan Haul Gus Dur di Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Sabtu (7/1) malam, hadir ribuan jamaah dari berbagai daerah, lintas agama dan suku.
Yenny menilai hadirnya ribuan jamaah dari berbagai daerah dalam Haul Gus Dur itu membuktikan bahwa masyarakat masih mencintai dan merindukan sosok Gus Dur yang konsisten selalu berpihak pada kaum lemah dan pembelaanya pada minoritas.
Yenny mengingatkan, bagi Gus Dur, apapun risikonya keutuhan NKRI yang telah susah payah di rebut oleh para pendahulu adalah harga mati. Hal ini dibuktikan oleh Gus Dur saat rela meninggalkan kursi Presiden pada 2001 meski pendukungnya rela mati untuk membelanya.
"Pemikiran kedamaian almarhum Gus Dur seperti yang di sampaikan Presiden Jokowi dalam Haul Gus Dur di Ciganjur, yakni Gus Dur selalu menjadi inspirasi bagi masyarakat dunia, bahwa Islam mengajak persaudaraan dan perdamaian, bukan untuk memecah belah persatuan umat," ujar Yenny.