REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat terpilih, Donald Trump tetap inginkan hubungan baik dengan Rusia. Meski Jumat (6/1) lalu, lembaga intelijen AS mengeluarkan laporan soal keterlibatan Rusia dalam pemilu AS.
"Memiliki hubungan baik dengan Rusia adalah hal bagus, bukan buruk. Hanya orang 'bodoh' yang berpikir ini buruk," kata Trump dalam akun Twitternya, Sabtu (7/1). Ia mengatakan dunia sudah cukup punya banyak masalah. Tidak perlu ditambah dengan hal satu ini.
Saat ia resmi menjabat, Trump menjamin Rusia akan menghormati AS lebih dari yang mereka lakukan sekarang. Miliarder AS ini optimistis kedua negara mungkin bisa bekerja sama menyelesaikan banyak masalah besar di dunia saat ini.
Trump juga sedikit menyinggung soal laporan intelijen soal Rusia. Central Intelligence Agency (CIA), Federal Bureau of Investigation (FBI) dan National Security Agency (NSA) sepakat bahwa perintah membantu Trump datang dari Presiden Rusia Vladimir Putin.
Rusia dituduh membuat rencana mendiskreditkan rival Trump, Hillary Clinton. Meski Clinton pada akhirnya memenangkan pemungutan suara populer (popular vote), Trump memenangkan pertandingan karena lebih banyak mendapat suara elektoral.
Menurut laporan, lembaga intelijen Rusia menggunakan perantara seperti Wikileaks, DCLeaks.com dan Guccifer 2.0 untuk menjatuhkan Demokrat dan Clinton. Laporan intelijen mengutip adanya peningkatan signifikan dalam upaya Rusia merusak proses demokrasi Amerika.
Dalam cuitan 7 Januari lalu, Trump bersikeras bahwa Rusia tidak mempengaruhi apa pun hasil pemilu. "Intelijen mengeluarkan pernyataan sangat kuat bahwa tidak ada bukti bahwa peretasan berimbas pada hasil pemilu. Mesin pemilu tidak disentuh," kata Trump.
Ia menyebut fokus Demokrat yang berperan sebagai korban sangat memalukan. Menurutnya, kelalaian menjijikan dari Komite Nasional Demokrat (DNC) lah yang mengizinkan peretasan terjadi. Ia sempat memuji sistem pertahanan Komite Nasional Republik yang kuat sebelumnya.
Dalam laporan Jumat, intelijen memang fokus pada cara menjatuhkan lawan Trump. "Moskow mempengaruhi kampanye dengan strategi membaurkannya bersama operasi intelijen, seperti aktivitas siber," kata laporan.
Proses menjatuhkan Demokrat ini dilakukan oleh lembaga pemerintahan Rusia, media yang didanai pemerintah, pihak ketiga hingga pengguna media sosial bayaran atau 'trolls'. Rusia tidak menanggapi tuduhan ini.
Lembaga intelijen AS tidak menyebutkan cara mereka mengoleksi bukti hingga mencapai kesimpulan demikian. Sehingga laporan ini masih sangat terbuka untuk mendapat kritik.
Dilansir kantor berita TASS, Putin mengatakan pengecut selalu mencari kambing hitam dimana-mana. Ia juga menarik perhatian pada inti dari informasi yang diungkap peretas. "Bukti terbaik peretas ungkap informasi otentik adalah bahwa kepala DNC mengajukan pengunduran dirinya, pengakuan ini membuktikan bahwa peretas memang mengungkap kebenaran," kata Putin.
Sesaat setelah diberi pemaparan soal laporan intelijen, Trump mengatakan akan membentuk tim untuk mencegah serangan siber. Rencana ini akan digadang-gadang dalam 90 hari pertama menjabat.