REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyayangkan pemblokiran 11 laman Islam oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tanpa penjelasan. Hal itu dinilai sebuah pelanggaran dan menyinggung perasaan umat Islam.
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tahuhid Saadi menyampaikan, pemblokiran laman Islam tersebut tentu mengundang reaksi umat Islam karena hal ini sangat sensitif. Langkah ini bisa menjadi pro dan kontra meskipun berdalih memberantas paham radikal dan terorisme. Sebab, Kemenkominfo sendiri belum memberikan penjelasan terkait batasan pengertian paham radikal yang dimaksud.
"Seharusnya Kemenkominfo membicarakan hal tersebut sebelum mengambil langkah tegas meskipun telah mendapat masukan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme," kata Zainut dalam keterangan resmi, Senin (1/9).
MUI berpendapat, pemblokiran laman Islam secara sepihak adalah langkah mundur dalam pembangunan sistem demokrasi di Indonesia. Seharusnya pemblokiran laman melaui proses hukum karena Indonesia adalah negara berdasar atas hukum dan tidak boleh hanya dengan pendekatan kekuasaan semata.
Hal tersebut jelas melanggar hak asasi manusia tentang jaminan kebebasan dalam berpendapat dan bereskspresi yang sudah jelas dilindungi oleh konstitusi. Sepengetahuan MUI, dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak ada pasal yang memberikan kewenangan kepada Kemekominfo untuk dapat memblokir sebuah laman.
Pemblokiran laman Islam sangat menyinggung perasan umat Islam karena tidak semua laman Islam membawa paham radikal yang mengarah kepada terorisme. "Mengapa laman agama lain yang juga memiliki paham radikal, provokatif, dan anti-NKRI dibiarkan dan tidak diblokir? Apakah hanya laman Islam saja yang membawa paham radikal?" kata Zainut.
Dia mengatakan, semua agama ketika berbicara masalah keyakinan, akidah atau yang bersifat dogmatis pasti bersifat benar atau salah. Tapi, tidak boleh semua dikatakan mengandung paham radikal. Jadi, harus ada penjelasan dan batasan yang jelas pengertian paham radikal itu sendiri.
Untuk hal tersebut MUI meminta Kemenkominfo untuk mengevaluasi kebijakannya. MUI juga mengharapkan Kemenkominfo membuka ruang dialog sebelum melakukan pemblokiran terhadap laman apa pun, khususnya yang bersifat keagamaan. Agar tindakan Kemenkominfo memiliki basis argumentasi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Sebelumnya, pemerintah kembali memblokir 11 situs Islam yang dinilai meresahkan dan menyebar informasi fitnah serta SARA. Dasar dari pemblokiran terhadap situs yang dianggap mengandung konten negatif itu merujuk kepada UU ITE yang baru, Nomor 19 Tahun 2016 dari perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008.
Sebanyak 11 situs yang diblokir Kemenkominfo tersebut, di antaranya, voa-islam.com, nahimunkar.com, kiblat.net, bisyarah.com, dakwahtangerang.com, islampos.com, suaranews.com, izzamedia.com, gensyiah.com, muqawamah.com, dan abuzubair.net.