Senin 09 Jan 2017 15:34 WIB

Permasalahan Bukit Duri tak Ditangani Biro Hukum DKI Jakarta

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Bilal Ramadhan
Suasana di sekitar area proyek normalisasi Kali Cliwung di Kelurahan Bukit Duri, Jakarta, Senin (9/1).
Foto: Republika/Prayogi
Suasana di sekitar area proyek normalisasi Kali Cliwung di Kelurahan Bukit Duri, Jakarta, Senin (9/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta, Yayan Suhana mengatakan pihak yang tergugat oleh warga Bukit Duri adalah Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi. Yayan juga mengatakan permasalahan ini tidak ditangani oleh Biro Hukum Provinsi DKI Jakarta.

"Jadi pak wali kota yang tergugat kalau biro hukum tidak. Tidak tangani. Artinya bukan pak gubernur jadi tidak ditangani biro hukum. Yang nanganin bagian hukum Jakarta Selatan karena objek hukumnya surat keputusan wali kota," ujar Yayan di Balai Kota, Senin (9/1).

Sementara itu, Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi merasa ia sudah melakukan sesuain prosedur dalam relokasi Bukit Duri. "Kalau kita sudah sesuai prosedur. Pokoknya ya kita banding sekarang, sudah gitu saja," ujar Tri.

Sebelumnya,  Kuasa Hukum Yayasan Ciliwung Merdeka, Vera Wenny Soemarwi, mengatakan bahwa berdasarkan keputusan majelis PTUN, mengabulkan gugatan warga Bukit Duri kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI, Pemerintah Kota (Pemkot)Jakarta Selatan, dan Satpol PP.

"Ini adalah bukti bahwa penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Jakarta Selatan merupakan tindakan sewenang-wenang, melanggar hukum, dan asas-asas umum pemerintahan yang baik," kata Vera dalam siaran persnya.

Karena itu, dia melanjutkan, warga Bukit Duri menuntut kepada Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Jakarta Selatan untuk mematuhi putusan PTUN Jakarta. Pemprov DKI dan Pemkot Jakarta Selatan diharapkan segera mencabut objek sengketa a quo.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement