REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mempunyai alasan tersendiri mengapa memutuskan tetap berada di luar pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Alasan tersebut dinilai rasional, objektif dan bermartabat terkait pilihan politik partainya itu.
Pertama, sejak awal PKS sadar tidak ikut berkeringat memenangkan pasangan Jokowi-JK karena memang saat Pilpres 2014 punya pilihan yang berbeda. Oleh karena itu tidak etis bagi PKS mengambil jatah partai-partai yang sudah berkeringat bersama Jokowi.
"Kami di PKS menjaga etika politik ini agar maslahat bagi semua," ujar Ketua Fraksi PKS di DPR, Jazuli Juwaini.
Kedua, dengan posisi di luar pemerintahan, PKS berikhtiar menjaga agar sistem checks and balances berjalan dengan baik. Dengan posisi ini, bukan pula berarti PKS akan mengganggu roda pemerintahan dan jalannya kebijakan Presiden.
PKS, kata dia, tidak akan menganggu jalannya roda pemerintahan selama kebijakannya sejalan dengan kepentingan rakyat. "PKS tidak akan segan mendukung pemerintah jika kebijakannya membahagiakan rakyat," kata dia.
Sebaliknya, jika tidak sejalan dengan kepentingan rakyat terutama rakyat kecil, PKS akan mengingatkan (bukan mengganggu), semata-mata demi kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Dengan posisi tersebut, kalaupun dapat disebut oposisi, PKS akan menempatkan diri sebagai oposisi yang konstruktif.
"Saya yakin peran yang dipilih PKS ini sama-sama mulia dan berhaga bagi terwujudnya sistem bernegara dan pemerintahan yang demokratis," ujar Jazuli.