REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mengatakan pendanaan terorisme dari Bahrun Naim (BN) memanfaatkan financial technology (fintech) dengan menggunakan Paypal dan Bit Coin. Menanggapi temuan tersebut Polri mengaku akan mensinkronkan dengan data jaringan teroris yang selama ini tertangkap dan terafiliasi dengan BN.
"Ini fakta (transaksi BN), sehingga dari fakta ini bisa ditelusuri dan didalami jadi kesatuan utuh dari jaringan BN yang di Indonesia," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Humas Polri Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (10/1).
Maka langkah selanjutnya kata dia, informasi tersebut nantinya akan dikroscek dengan sumber informasi lain yang dimiliki Polri. Misalnya dengan perencanaan, persiapan, catatan-catatan serta pendalaman selanjutnya dari aliran dana itu.
"Ini akan ditindaklanjuti mengkroscek yang selama ini di dalami, yang telah diungkap, yang berafiliasi ke BN, akan didalami untuk bisa dipahami aliran dana tersebut," lanjut dia.
Sedangkan mengenai layanan keuangan berbasis teknologi ini, lanjut dia sebenarnya bukan hal yang baru di lingkungan Polri. Tentu saja, BN juga orang yang cerdas yang tidak mungkin mengirimkan dana pada jaringannya dengan model yang sama setiap kali pengiriman.
Banyak model yang digunakan BN seperti pengiriman secara fisik (langsung), melalui bank, jasa pengiriman uang, hingga melalui dunia maya yakni dengan Paypal atau Bit Coin.
"Untuk pengiriman (melalui) dunia maya, ini sudah lama dan sudah didalami. Tapi fakta (bahwa transaksi dari BN) yang disampaikan PPATK, ini fakta baru yang perlu di dalami," kata dia.
Menurut mantan Kabid Humas Polda Jawa Barat ini, bahwa polri juga sudah menelusuri siapa saja pihak-pihak yang memiliki bisnis penukaran yang dengan Bit Coin. Oleh karena itu, Porli akan menggandeng Bank Indonesia (BI) untuk mengetahui apakah transaksi tersebut dibenarkan atau sesuai dengan aturan atau tidak.
"Kami kerja sama dengan BI, pengumpulan uang melalui dunia maya apakah sudah diatur, apakah sudah menjadi satu regulasi yang lumrah dalam dunia pengiriman uang, ini yang terus jadi pendalaman kita," paparnya.
Hal-hal seperti ini juga kata dia, akan menjadi bekal bagi Polri apakah bisa menindak atau tidak kepada para pelaku terduga teror ini bila transaksi mereka menggunakan fintech. Pasalnya selama ini Porli tidak bisa menindak sehingga hanya bisa memantau dan mengikuti saja arus aliran dana tersebut.
Bila kemudian terjadi bahwa seseorang tersebut mendapatkan aliran dana lalu diperuntukkan untuk membeli bahan-bahan peledak maka dapat ditangkap. Namun bila tidak ditemukan hal tersebut maka polri tidak bisa melakukan tindakan.
"Siapapun yang kemudian mendapat informasi bahwa seseorang telah menjadi bagian dari sebuah kelompok itu didata, tapi tidak bisa ditangkap kalau tidak ada fakta perbuatan melanggar hukum," jelasnya.