Rabu 11 Jan 2017 07:24 WIB

Pengiriman Cabai dari NTB Gunakan Pesawat

 Pedagang sedang mengatur dagangan cabai merah keriting di salah satu pasar tradisional, Jakarta. (ilustrasi).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Pedagang sedang mengatur dagangan cabai merah keriting di salah satu pasar tradisional, Jakarta. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kepala Dinas Perdagangan Nusa Tenggara Barat (NTB) Hj Putu Selly Andayani mengakui meski harga cabai melambung tinggi, para pedagang mengirimkan cabai dari daerah itu tidak hanya melalui laut. Pengiriman tetap dilakukan menggunakan pesawat terbang.

"Selain kendaraan plat luar daerah, mereka juga menggunakan pesawat dan itu lolos," kata Selly Andayani di Mataram, Selasa (10/1).

Ia menyebutkan, per kilogram cabai dikenakan biaya hanya Rp 6.000 sehingga jauh lebih murah dari pada harus melalui jalur laut. Hanya saja, agar tidak mengurangi pasokan di dalam daerah, ia menyarankan perlu ada pembatasan.

"Silakan dikirim keluar tetapi jangan berlebihan sehingga di dalam daerah menjadi berkurang," ujarnya.

Terkait maskapai yang digunakan untuk mengangkut cabai, mantan kepala dinas koperasi dan UMKM NTB itu enggan menyebutkan. Namun, untuk mencegah agar komoditas di NTB tidak mudah keluar sehingga bisa mengamankan pasokan dalam daerah, pihak berencananya menerapkan regulasi agar setiap ada transaksi antara pedagang dan pembeli bisa diketahui.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian NTB Husnul Faozi membenarkan pengiriman cabai ke luar daerah tidak lagi menggunakan kapal laut, melainkan menggunakan maskapai penerbangan. Meski kenaikan harga cabai bersifat musiman. Saat ini, harga cabai di daerah itu terus merangkak naik hingga menembus angka Rp 115 ribu per kilogram.

"Dua hari lalu harganya Rp 85 ribu per kilogram, tetapi naik lagi Rp 95 ribu per kilogram, kemudian naik lagi Rp 115 ribu per kilogram," ujarnya.

Ia menjelaskan, kenaikan harga cabai tersebut tidak terkait dengan ketersediaan, sebab NTB merupakan daerah surplus cabai. Hanya saja, naiknya harga cabai itu dikarenakan cabai asal NTB banyak dikirim ke sejumlah daerah, salah satunya Jakarta sehingga persediaan di dalam daerah menjadi berkurang.

"Produksi cabai kita itu 105 ribu ton per tahun dari 5.800 hektare lahan. Saat panen tertinggi 13 ribu hingga 14 ribu ton per hektare. Sisanya surplus sekitar 20 ton. Surplus inilah yang juga dibawa keluar," kata dia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement