REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Industri kelapa sawit di Eropa senilai 44 miliar dolar AS berada di bawah tekanan setelah pihak berwenang memasukkan minyak nabati sebagai penyebab risiko kanker. Namun bahan ini digunakan oleh Nutella.
Perusahaan Italia Ferrero mengambil sikap publik membela bahan makanan tersebut sementara beberapa perusahaan makanan lain di negara tersebut memboikotnya. Kampanye iklan pun dilakukan untuk meyakinkan masyarakat tentang keyakinan Nutella, produk andalan populer untuk sarapan.
Selai hazelnut dan cokelat ini bergantung pada minyak sawit untuk tekstur halus. Minyak sawit bisa diganti dengan menggunakan pengganti seperti minyak bunga matahari tetapi akan mengubah karakter produk.
"Membuat Nutella tanpa minyak sawit akan menghasilkan produk yang lebih buruk, itu akan menjadi langkah mundur," ujar manajer purchasing Ferrero Vincenzo Tapella.
Pergantian minyak sawit juga akan berdampak ekonomi karena minyak tersebut merupakan minyak nabati termurah dengan biaya sekitar 800 dolar AS per ton. Sementara minyak bunga matahari 845 dolar AS per ton dan minyak lobak 920 dolar AS per ton.
Ferrero menggunakan sekitar 185 ribu ton minyak sawit per tahun. Itu artinya dengan mengganti minyak sawit akan menambah biaya perusahaan sebesar 8-22 juta dolar AS per tahun. Perusahaan menolak untuk mengomentari perhitungan ini.
Sebelumnya Otoritas Keamanan Makanan Eropa (EFSA) mengatakan pada Mei, minyak sawit lebih berpotensi karsinogenik dibanding minyak nabati lainnya ketika diproses dengan suhu di atas 200 derajat Celsius. Hasil ini merekomendasikan konsumen untuk berhenti mengonsumsi dan diperlukan studi lanjut untuk menilai tingkat risiko.
EFSA tidak memiliki kekuatan untuk membuat peraturan meski masalah ini kini dikaji oleh Komisi Eropa. Juru bicara Keamanan dan Kesehatan Pangan Enrico Brivio mengatakan akan mengeluarkan pedoman pada akhir tahun ini. Langkah tersebut bisa mencakup peraturan untuk membatasi tingkat kontaminan atau GE dalam produk makanan tetapi tidak akan ada larangan penggunaan minyak sawit. Keputusan ritel diikuti tekanan dari aktivis, termasuk asosiasi pertanian Italia Coldiretti dan majalah online.