REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bukan tanpa alasan jika Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat untuk hijrah ke Abessinia yang raja dan mayoritas rakyatnya memeluk Nasrani. "Rasulullah memilih Etiopia (Abessinia atau al-Habasyah) karena pada zaman itu, negeri tersebut masih menjalankan injil secara murni," kata pakar hadis dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr Ahmad Luthfi Fathullah.
Ia mengatakan, kelompok yang menjalankan injil secara murni akan terbuka dan mudah menerima Islam. Mereka juga dapat memahami sikap Rasulullah SAW dan kenabiannya.
"Al-Habasyah adalah satu-satunya negeri pada zaman Rasulullah yang menjalankan injil secara murni. Berbeda dengan wilayah Nasrani yang sudah melenceng dari Injil seperti Romawi."
Dijelaskan Luthfi, pada masa hijrah pertama ini jumlah umat yang sudah memeluk Islam belum sampai 100 orang sehingga masih banyak wilayah menjadi kantong Nasrani.
Menurutnya, ada hikmah yang bisa dipetik dari peristiwa hijrah yang pertama ini. Yakni, jika di suatu tempat kita berada dalam kondisi terdesak maka bisa pindah ke tempat lain. Jika suatu saat kondisi di tempat asal membaik, sebaiknya kita pulang.
Lutfi menganalogikan hal tersebut dengan orang menimba ilmu. Jika daerah asal tidak mendukung, dia bisa hijrah ke daerah lain yang lebih mendukung. "Jika sudah mendapatkan ilmu maka ia bisa kembali ke kampung halaman untuk membangun kampung halaman."
Pada hijrah gelombang kedua ke Abessinia, jumlahnya sahabat yang ikut bertambah menjadi sekitar 80 orang. Nah, pada hijrah kedua ini, menurut Lutfi, sang raja yang beragama Nasrani akhirnya memeluk Islam. Karena itu, saat sang raja wafat, Rasulullah SAW yang berada di Madinah menyempatkan untuk melakukan shalat ghaib bagi jenazah Raja Najasyi.
Hijrah ke Etiopia ini, lanjut Luthfi, memberi pelajaran kepada para sahabat Nabi kala itu. Yakni, hijrah harus dilakukan dengan persiapan. Di antaranya harus memilih tempat yang bisa menerima kita. Sekadar contoh, para sahabat Rasulullah SAW pernah berupaya hijrah ke Thaif. Namun, upaya yang dilakukan setelah hijrah ke Etiopia ini menumbuk kegagalan dan penolakan.
Lain halnya dengan hijrah ke Madinah yang menuai sukses. "Hal itu lantaran melalui proses panjang. Rasulullah terlebih dahulu mengumpulkan pengikut di Madinah. Setelah ada sahabat yang bisa menerima Islam di Madinah, barulah Rasulullah dan sahabat hijrah ke sana."