REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Pihak berwenang telah membersihkan beberapa kawasan di pusat kota Melbourne dari para tunawisma, Rabu (11/1) di saat para turis internasional mulai berdatangan menyaksikan turnamen tenis Australia Terbuka.
Petugas kota praja Melbourne yang didampingi polisi meminta kepada belasan tunawisma yang biasanya tidur di sekitar stasiun kereta Flinders St untuk pindah. Namun, setelah mereka diusir dari sana, para tunawisma tersebut kembali lagi ke lokasi semula satu jam kemudian dengan peralatan yang mereka miliki.
Pada Selasa, polisi dan petugas kota praja juga membersihkan lokasi yang berada di bawah Jembatan Sandridge, yang menghubungkan CBD dengan Southbank. Menurut aturan, bukanlah hal yang melanggar hukum menjadi tunawisma atau hidup menggelandang di jalanan Melbourne, namun mereka tidak boleh tidur di tempat umum.
Kota praja City of Melbourne mengatakan mereka melakukan operasi pembersihan rutin dan membantah ini ada hubungannya dengan turnamen grandslam Australia Terbuka.
"Tidak ada hubungan antara kegiatan rutin kami, operasi pembersihan yang berlangsung,dengan peristiwa besar yang terjadi di kota. Melbourne adalah ibu kota olahraga di Australia, dan peristiwa besar terjadi secara rutin," kata pernyataan mereka.
"Petugas City of Melbourne secara teratur memantau tempat-tempat yang digunakan oleh para tunawisma untuk tidur, dan kami ingin memastikan tempat-tempat itu bersih, dan tidak menjadi tempat yang membahayakan bagi publik," katanya.
Petugas mengatakan mereka baru-baru ini membersihkan barang-barang seperti kasur, selimut, tempat menyimpan susu, dan sampah lainnya dari Sandridge Bridge, Bourke Street and Swanston Street. Sekitar 10 tunawisma melakukan protes dan dibubarkan oleh petugas kota praja di City Square Melbourne Mei tahun lalu .
Para pengunjuk rasa membuat tenda dari terpal dan kantong tidur untuk menunjukkan langkanya tempat bagi mereka untuk berlindung dan juga adanya laporan para tunawisama ini bersikap agresif terhadap pejalan kaki.
Jason Smith (42 tahun), hidup menggelandang di jalan-jalan di sekitar Stasiun Flinders Street setelah kehilangan pekerjaannya. "Kemana saya harus pergi," katanya sebelum para petugas kota praja datang.
Daniel Mithen (35) sudah hidup menggelandang selama hampir 20 tahun. "Saya membuat banyak keputusan buruk," katanya.
Selama tiga pekan terakhir, dia bermalam di sekitar Flinders St, setelah sebelumnya tinggal di sebuah gedung parkir mobil. Seorang pendonor yang tidak mau disebut namanya datang membawa buah-buahan, sayur dan roti untuk para tunawisma ini sebelum operasi pembersihan dilakukan.
Kamp ada karena tidak cukup perumahan yang terjangkau
Mayor Brendan Nottle dari lembaga amal The Salvation Army mengatakan konsentrasi tuna wisma (kamp) di beberapa tempat itu sudah terjadi berulang kali. "Kadang hanya satu atau dua orang, namun kesulitan muncul ketika jumlah kamp itu bertambah banyak. Ada beberapa kamp di CBD dimana ada sekitar 10 sampai 15 orang di satu tempat dan ini menjadi masalah, khususnya bagi mereka yang harus melakukan kegiatan di tempat tersebut, dan pejalan kaki," katanya.
Mayor Nottle mengatakan ini menunjukkan kurangnya perumahan yang terjangkau di Melbourne. "Kita harus berupaya lebih keras dan berusaha sekuat mungkin membantu mereka mendapatkan rumah yang terjangkau sehingga mereka ini tidak harus hidup di jalan dan mereka bisa tinggal di rumah, yang memiliki fasilitas dan bantuan yang akhirnya membuat mereka mandiri," ucapnya.
Diterjemahkan pukul 13:10 AEST 11/1/2017 oleh Sastra Wijaya dan simak beritanya dalam bahasa Inggris di sini