REPUBLIKA.CO.ID, SITUBONDO – Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama atau PWNU Jawa Timur KH Hasan Mutawakkil Alallah mengemukakan, saat ini ada gerakan yang mengaja ingin mengendurkan ikatan nasionalisme bangsa Indonesia. “Ini tidak bisa dibiarkan. Gerakan ini muncul karena faktor globalisasi atau euforia dalam beragama yang mana agama dimaknai secara sempit, yakni bisanya cuma Allahu Akbar, tapi tidak bisa alhamdulillah," kata Hasan, saat memberi sambutan pada "Halaqoh Ulama; Refleksi 33 Tahun Khittah NU" di Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Kamis (12/1).
Pada kesempatan itu, ia menegaskan, bahwa NU sangat mendukung keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. “NU dengan NKRI tidak main-main. NU selalu mendukung TNI dan Polri dalam memberantas pelaku tindak kriminal dan terorisme," katanya.
Sementara Rais Aam PBNU KH Ma'ruf Amin yang juga hadir dalam halaqah ulama itu memaparkan posisi NU dalam akidah maupun amaliah keagamaan serta kemasyarakatan. Menurutnya, NU tidak tekstual, tidak juga liberal. “NU itu tidak statis pada teks-teks. Kita ini dinamis. Namun ada kritik kita dinamis yang kebablasan. Pada Munas NU di Surabaya kita tekankan lagi, walaupun dinamis tapi harus tetap pada relnya. Ini yang harus kita kuatkan dan luruskan," kata dia.
Ma’ruf juga mengingatkan sebagai organisai pergerakan, NU tidak mengambil posisi yang galak dan keras serta tidak memaksa-maksa. Apalagi mengancam-ancam kepada pihak lain. “Secara teologis Islam itu toleran dan secara praktis dalam bermasyarakat bangsa kita ini toleran," kata Ma'ruf yang juga Ketua Umum MUI Pusat.