REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding mendorong ambang batas parlemen atau parliamentary treshold (PT) dihapuskan dalam revisi UU Pemilu. Ia menilai PT sudah tidak lagi relevan dalam pemilu serentak 2019. Ia menjelaskan, PT diterapkan untuk mengusung capres dan cawapres oleh parpol atau gabungan parpol yang mencapai angka 20 persen.
"Nah sekarang pemilu serentak tidak perlu lagi ambang batas itu. Sehingga ketika semua parpol berhak mengusung capres dan cawapres, saya kira parliamentary treshold tidak dibutuhkan dalam UU Pilkada," kata Sudding melalui keterangan tertulis, Jumat (13/1).
Mengenai dikotomi antara partai besar dan kecil dalam perdebatan ambang batas parlemen, ia menjelaskan hal itu patut dihargai sebagai pilihan rakyat karena selama ini banyak suara yang terbuang ketika ada anggota partai terpilih harus gugur karena partainya tidak lolos PT.
Hal tersebut, lanjut Sudding, merupakan sebuah kemunduran demokrasi, sebab, tidak memberikan penghormatan terhadap hak-hak rakyat dalam memilih calonnya di parlemen.
"Saya kira kita harus menghargai pilihan rakyat, berapa banyak suara rakyat yang terbuang ketika misalnya ada seorang anggota dewan yang terpilih kemudian partai itu tidak lolos parliamentary treshold. Menurut saya ini kemunduran demokrasi," ujarnya.
Untuk sistem Pemilu, Sudding mendukung tetap menggunakan sistem proporsional terbuka guna memberi ruang selebar-lebarnya untuk memilih calon mereka.
"Tinggal partai politik melakukan rekrutmen yang sangat ketat agar calon yang diusung memiliki integritas, kapabilitas, saya kira ini menjadi tantangan partai politik untuk melakukan pola rekruitmen yang sangat selektif terhadap calon legislatif untuk diusung," jelasnya. DPR saat ini sedang membahas RUU Pemilu dan dalam tahap mengumpulkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari masing-masing fraksi.