REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Korban dan keluarga korban Bom Thamrin memperingati satu tahun tragedi Bom Sarinah di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu (14/1). Korban Bom Thamrin dan keluarga korban pun menuntut dana kompensasi yang diberikan oleh pemerintah.
Direktur Eksekutif Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan, sampai saat ini pemenuhan hak korban masih terabaikan. Kompensasi sebesar Rp 1,3 miliar yang diminta para korban belum terpenuhi kendati telah mengajukan permohonan melalui lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK).
"Upaya para korban terorisme di Thamrin untuk meminta kompensasi sebasar Rp 1,3 miliar belum membuahkan hasil. Penegak hukum kurang serius dan pengadilan sengaja mengabailan permintaan kompensasi tersebut," ujar Supriyadi kepada wartawan di Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu (14/1).
Supriyadi menuturkan, dari pihak korban kasus Bom Thamrin memang telah mengakses bantuan medis dan psikologis, serta psikososial yang difasilitasi oleh negara. Namun, lanjut dia, untuk hak-hak lainnya yang terkait dengan hak korban masih diabaikan.
"Hak restitusi tidak mungkin diberikan karena tidak ada pelaku yang akan mau membayarnya, sedangkan hak kompensasi justru diabaikan oleh pengadilan," ucapnya.
Menurut Supriyadi, pemerintah seharusnya responsif kepada penanganan korban dan bisa mengambil pelajaran dari serangkaian aksi-aksi teror terdahulu. Setidaknya memenuhi hak-hak korban yang diatur dalam UU Terorisme serta UU perlindungan saksi dan korban.
"Korban serangan terorisme seharusnya mendapat reparasi yang mencakup hak-gak rehabilitasi yang bersifat segera pasca peristiwa serangan terorisme terjadi," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, sekelompok massa melakukan aksi damai dalam memperingati satu tahun peristiwa teror bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu (13/1) pagi. Mereka memperingatinya dengan menabur bunga di titik terjadinya ledakan bom yakni di pos polisi dan depan gerai Starbucks.
Kelompok massa tersebut berasal dari komunitas korban bom Thamrin, Aliansi Indonesia Damai (AIDA), dan Yayasan Penyintas.