REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-undang (Pansus RUU) Pemilu, Lukman Edy mengungkapkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal keserentakan Pemilu 2019 mendatang secara otomatis menghapuskan jumlah ambang batas pengajuan calon presiden (presidential threshold).
Menurutnya, jika presidential threshold tetap diberlakukan justru melanggar konstitusi. Hal ini karena ketentuan acuan presidensial threshold sebedar 20-25 persen berdasarkan Pemilu 2014 lalu
"Implikasinya adalah pemilihan presiden 2019 berdasarkan pemilu 2014 atau dalam arti kata pemilu 2014 hasilkan dua presiden, dan sebagian fraksi menyatakan inkonstitusional," kata Lukman dalam diskusi yang bertajuk 'RUU Pemilu dan Pertaruhan Demokrasi' di Cikini, Jakarta, Sabtu (14/1).
Lukman mengatakan, Pansus sendiri saat ini terus menyerap aspirasi dari berbagai pihak terkait isu dalam RUU Pemilu, termasuk soal Presidential Threshold maupun Parlementary Threshold.
Menurutnya, usulan penghapusan presidential threshold dalam Pemilu dimaksudkan agar partai politik diberikan kebebasan mau mengajukan calon sendiri atau bergabung dengan partai lain. Hal ini juga kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu, untuk menghindari tergerus suara-suara dari partai kecil.
"Misal A partai besar dukung calon, lalu si B ikut untuk menutupi kekurangan threshold, tapi partai B ini tertutup oleh partai besar ini," kata Lukman.
Lukman mengakui, usulan penghapusan threshold memungkinkan jumlah calon presiden lebih banyak. Namun demikian, bukan berarti setiap partai politik peserta Pemilu kemudian mengajukan masing-masing calon.
"Menurut saya tidak seperti itu, konsolidasi tetap ada. Misalnya capres didukung 2/3/4 parpol. Kan tidak semua parpol menyiapkan dirinya untuk mendukung dirinya sendiri mencalonkan presiden. Kemungkinan parpol bergabung dengan parpol yang ada, ya tetap ada," jelasnya.
Lain halnya dengan, anggota Komisi II DPR RI dari PDI Perjuangan, Arteria Dahlan yang menilai perlu adanya presidential threshold di Pemilu 2019. Hal ini menurut Arteria, bukan dalam upaya memberangus suara parpol minoritas, melainkan instrumen menguatkan kelembagaan.
"Kalau dilihat, presidential threshold itu untuk membatasi orang untuk menjadi calon presiden, yang benar-benar serius dan kapabilitas," kata Arteria.
Ia juga tidak sependapat presidensial threshold pasti menciptakan calon tunggal di Pemilu 2019. Menurut dia, tanpa presidensial threshold pun peluang calon tunggal. Lukman juga membantah, pihak yang menginginkan terus diberlakukannya presidential threshold tengah mewacanakan calon tunggal di Pemilu 2019. Apalagi adanya rumusan norma dari Pemerintah terkait calon tunggal di Pemilu 2019.
"Kita ingin pastikan dengan tanpa PT maupun ada PT sekalipun calon tunggal itu bisa saja hadir. Jadi instrumen calon tunggal yang diajukan oleh pemerintah melalui usulannya itu adalah salah satu instrumen untuk mencegah resiko, tatkala tidak ada calon sekalipun kita buat rumusan norma itu," kata Arteria.