REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Parlemen Turki memberi persetujuan awal untuk membentuk konstitusi baru negara itu, Ahad (15/1). Putaran kedua pemungutan suara masih akan dilakukan pada akhir pekan ini. Jika disetujui, maka referendum secara otomatis mengikuti.
Dilansir dari BBC, banyak kritikus yang menilai konsititusi baru ini meningkatkan kekuasaan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan secara signifikan. Kekuatan yang ia miliki atas negara akan menjadi jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya.
Dalam konstitusi baru itu, terdapat aturan yang memungkinan presiden mengangkat dan memberhentikan para menteri secara langsung. Selain itu, jabatan Perdana Menteri akan dihapus untuk pertama kalinya dalam sejarah Turki.
Sebaliknya, akan ada satu wakil presiden di negara itu. Pasal akhir dalam Rancangan Undang-undang (RUU) tersebut disahkan, sekaligus dalam aturan yang membuat Partai AK (AKP) mendapat jatah kursi pemerintahan lebih banyak sebanyak tiga per lima dari yang dibutuhkan.
Erdogan telah berkuasa di Turki sejak 2002, setahun setelah pembentukan AKP. Selama 11 tahun pria berusia 62 tahun itu menjabat sebagai perdana menteri hingga pada 2014 terpilih menjadi presiden.
Turki telah berada dalam status keadaan darurat sejak kudeta gagal terjadi di negara itu Juli tahun lalu. Statsus diperpanjang dengan adanya serangkaian insiden serangan yang terjadi setelahnya, termasuk penembakan massal di sebuah kelab malam Istanbul 31 Desember lalu.