REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Tim pekerja sosial dari Dinas Sosial di Kabupaten Bandung secara itensif tengah memberikan pendampingan bagi tiga bocah korban kekerasan seksual. Langkah itu dilakukan menyusul terjadinya pengalaman traumatis yang dialami ketiga bocah tersebut yakni KR (15), AD (15), dan RA (13) ketiganya warga Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung.
Kepala Bidang Perlindungan Anak Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kabupaten Bandung, Haslili Lindayani mengatakan saat ini tim pendamping tengah melakukan assesment terhadap ketiga korban tersebut.
"Assesment dilakukan oleh pendamping yang merupakan psikolog dari peksos Dinas Sosial," ujarnya kepada Republika, Senin (16/11).
Menurutnya, pendampingan dilakukan tergantung terhadap kondisi para korban. Sehingga bisa dilakukan sekali atau lebih. Tergantung kebutuhan kondisi korban dan tidak memaksakan korban.
Ia menduga tiga orang anak yang menjadi korban bisa jadi karena korban mengenal dengan pelaku. Sehingga pengawasan dari orang tua kepada anaknya menjadi longgar dan tidak menaruh curiga sama sekali.
Sebelumnya, tiga orang anak dibawah umur berinisial KR (15), AD (15), RA (13) di Kabupaten Bandung menjadi korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh RF (22) warga Ibun. Pelaku sering melakukan tindakan sodomi dan aksinya sudah berlangsung sejak Januari hingga Maret 2016.
Saat ini, proses hukum tengah berlangsung dan diharapkan pekan depan bisa dilimpahkan kepada kejaksaan. "Korban diiming-iming oleh pelaku menjadi pemain sinetron," ujar Kapolsek Ibun, Asep Dedi di Kabupaten Bandung, Kamis (12/1).
RF melakukan tindakan bejatnya, menurutnya berawal ketika seorang pria berinisial S yang mengaku sebagai pencari bakat untuk artis sinetron di Jakarta meminta RF mencari beberapa orang warga untuk diajak bermain sinetron.
Saat sudah merekrut beberapa orang tersebut dan syuting sudah dimulai di Ibun. Di perjalanan, S melakukan hubungan seksual dengan RF atas dasar suka sama suka. Kemudian, RF melakukan hal serupa kepada tiga orang anak yang masih dibawah umur. Diketahui, S memiliki kelainan orientasi seksual.
Ia menuturkan, pelaku melakukan tindakan bejatnya tiap dua hari sekali kepada KR. Sementara kepada korban AD dilakukan empat kali sejak Mei hingga Agustus 2016. Mereka berdua diiming-imingi akan dibelikan sepatu dan diberikan biaya kuliah. Sementara RA diraba-raba alat vitalnya.