REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah Masjid Huaisheng tidak lepas dari hubungan dagang Arab dan Cina sejak sebelum datangnya Islam. Kafilah dagang Arab biasanya berlayar dari Basrah, melewati Sri Lanka dan Selat Malaka, kemudian tiba di Guangzhou, kota yang mereka sebut sebagai Khanfu.
Ketika Islam datang, relasi dagang berangsur-angsur menjadi wahana penyebaran agama. Masyarakat Cina saat itu menyebut Islam sebagai Yisilan Jiao yang berarti 'agama murni.' Orang Cina menyebut Nabi Muhammad SAW sebagai Buddha Ma-Hia-Wu.
Masjid Agung Guangzhou didirikan oleh paman Nabi SAW, Sa'ad bin Abi Waqqas. Pada 616 Masehi, Sa'ad dan tiga orang sahabat berlayar ke Cina dari Abesinia (Etiopia) dengan dukungan Raja Abesinia. Selang beberapa lama, Sa'ad pulang ke Arab dan 21 tahun kemudian membawa salinan Alquran ke Guangzhou untuk mengajarkan Islam kepada penduduk setempat.
Dengan demikian, sejarah Masjid Agung Guangzhou dapat dilacak hingga pertengahan abad ketujuh Masehi. Tepatnya, ketika Dinasti Tang (618-907) berkuasa. Sa'ad bin Abi Waqas menyebarkan Islam di Guangzhou sekitar 18 tahun setelah wafatnya Nabi SAW atau ketika Jazirah Arabdalam masa kekhalifahan Utsman bin Affan.
Menurut Khamouch, rombongan Sa'ad bin Abi Waqas yang dikirim Khalifah Utsman kemudian diterima dengan penuh kehormatan oleh penguasa Dinasti Tang saat itu, Raja Kao-tsung. Raja tersebut kemudian mengizinkan Sa'ad untuk mendirikan masjid yang kelak merupakan Masjid Agung Guangzhou.
Sa'ad berdakwah di Guangzhou hingga wafat pada usia 80 tahun. Sebuah riwayat menyebutkan, jasad Sa'ad dikebumikan di Guangzhou. Tidak jauh dari kompleks Masjid Agung Guangzhou, memang ada makam yang diyakini berisi jasad beliau.
Namun, riwayat lain menyebutkan bahwa jasad paman Nabi SAW itu dimakamkan di kompleks kuburan para sahabat Nabi SAW di Madinah.