Selasa 17 Jan 2017 07:16 WIB

Menkominfo: NTB Paling Banyak Kasus Pelanggaran UU ITE

Menkominfo Rudiantara saat mengikuti Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi I DPR terkait pembahasan revisi UU ITE di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (14/3).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menkominfo Rudiantara saat mengikuti Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi I DPR terkait pembahasan revisi UU ITE di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (14/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyebutkan bahwa kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di Nusa Tenggara Barat tertinggi di Indonesia.

"Saya dikasih tahu kasusnya ada 80-an, tapi Kapolda yang tahu persis, statusnya ada yang penyidikan, penyelidikan, proses, dan ada yang sudah di pengadilan," kata Rudiantara di sela-sela acara rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Pendopo Gubernur NTB di Mataram, Senin (16/1).

Menurut dia, pelanggaran ITE juga banyak terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan, yakni ada sekitar 50-an kasus dari 177 kasus yang terverifikasi.

"Kami melihatnya ini banyak. Itulah sebabnya saya pertama kali di tahun 2017 datang ke Mataram, nanti saya juga akan datang ke kota lain yang kami anggap banyak (kasus pelanggaran UU ITE) untuk melakukan sosialisasi," jelasnya.

Ia menyebutkan kasus-kasus pelanggaran UU ITE itu, banyak yang berkaitan dengan Pasal 27 Ayat 3 tentang Pencemaran Nama Baik. Untuk mencegah kasus seperti itu, Kominfo akan terus melakukan sosialisasi.

Rudiantara mengatakan dalam revisi UU ITE yang baru ada sejumlah perubahan, seperti Pasal 27 ayat 3 tent pencemaran nama baik, dari sanksi penjara maksimal enam tahun dan denda Rp1 miliar menjadi hanya empat tahun penjara dan denda Rp750 juta.

Juga Pasal 26 tentang hak untuk dilupakan atau "the right to be forgotten". Selanjutnya ada penambahan ayat baru pada Pasal 40, yaitu pemerintah berhak menghapus dokumen elektronik yang terbukti menyebarkan informasi melanggar undang-undang.

"Mudah-mudahan dengan adanya ini dijadikan satu proses pendidikan daripada proses penghukuman," katanya.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement