Selasa 17 Jan 2017 11:27 WIB

Pengamat: Lembaga Penyiaran Khusus Parpol Sebaiknya Ditunda

Parpol/ilustrasi
Foto: antara
Parpol/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat komunikasi Universitas Paramadina Eka Wenats Wuryanta menilai rencana pengaturan lembaga penyiaran khusus partai politik dalam revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran sebaiknya ditunda karena dapat merusak demokrasi di Indonesia.

"Mungkin dari sisi pendidikan politik ada nilai positif. Namun, dalam demokrasi di Indonesia yang masih seperti ini, destruktifnya akan sangat tinggi. Lebih baik ditunda dulu," kata Eka, Selasa (17/1).

Menurut Eka, lembaga penyiaran khusus bagi partai politik akan menimbulkan permasalahan, apalagi bila lembaga penyiaran tersebut menggunakan frekuensi publik. Bila pun lembaga penyiaran khusus bagi partai politik diperbolehkan, Eka menilai peraturan dan persyaratan yang harus dipenuhi harus sangat ketat.

"Bisa dipahami bila partai politik merasa perlu memiliki media untuk mengartikulasi pesan-pesan politiknya. Namun, itu harus diatur dengan sangat ketat," tuturnya.

Terkait dengan latar belakang munculnya wacana lembaga penyiaran khusus bagi partai politik, Eka menduga hal itu disebabkan kecemburuan sejumlah elit politik yang tidak bisa memanfaatkan media sebagai sarana untuk mengartikulasikan pesan secara optimal.

Di sisi lain, beberapa televisi milik konglomerat media yang juga merupakan politisi kerap digunakan untuk kepentingan politik pemiliknya.

"Fakta itu sebenarnya sudah merusak demokrasi Indonesia. Seharusnya itu diatur dan dibatasi, bukan malah semakin dibuka lebar-lebar," katanya.

Komisi I DPR tengah membahas revisi Undang-Undang Penyiaran. Dalam naskah DPR revisi Undang-Undang tersebut, terdapat pasal tentang lembaga penyiaran khusus bagi partai politik.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement