Rabu 18 Jan 2017 13:08 WIB

Status Hukum Ahok Bisa Ganggu Efektivitas Kinerja Pemprov DKI

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Bayu Hermawan
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (tengah) menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (17/1).
Foto: Antara/Pool/Resa Esnir
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (tengah) menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (17/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, Achmad Yani menilai status terdakwa kasus penistaan agama yang disandang Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dapat mengganggu penyelenggaraan pemerintahan daerah, saat yang bersangkutan kembali aktif sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Achmad Yani berpendapat, jika nanti masa cuti kampanye Ahok telah habis sementara kasus hukumnya masih diproses di pengadilan, hal itu dapat berdampak negatif terhadap efektivitas kinerja Pemprov DKI.

"Tentunya (status terdakwa) ini bisa memberikan pengaruh (bagi Ahok) dalam menjalankan tugasnya sebagai gubernur," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (18/1).

Sesuai aturan yang terdapat dalam Pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, seorang kepala daerah yang menjadi terdakwa semestinya dinonaktifkan alias diberhentikan sementara dari jabatannya.

Akan tetapi, tafsiran hukum terhadap aturan itu sendiri masih diperdebatkan di kalangan pemerintah, termasuk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Pada ayat satu Pasal 83 UU No 23/2014 disebutkan, kepala daerah akan dinonaktifkan jika didakwa melakukan tindak pidana kejahatan dengan ancaman hukuman paling singkat lima tahun penjara, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, dan makar.

Kepala daerah juga akan dinonaktifkan jika didakwa melakukan tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Selanjutnya, pada ayat tiga pasal itu dinyatakan, pemberhentian sementara gubernur yang berstatus terdakwa dilakukan oleh presiden. Sementara pemberhentian sementara untuk bupati atau wali kota yang berstatus terdakwa dilakukan oleh menteri (dalam hal ini Menteri Dalam Negeri).

Oleh karena itu, Yani meminta kepada pemerintah untuk mengambil keputusan terkait nasib Ahok dengan betul-betul berlandaskan pada peraturan yang ada. Apalagi, kasus yang melilit mantan bupati Belitung Timur itu sekarang tengah menjadi sorotan publik di seluruh negeri ini.

"Jika membaca pernyataan Mendagri (Tjahjo Kumolo) beberapa waktu lalu, pemerintah sepertinya sangat berhati-hati (untuk menentukan apakah Ahok akan dinonaktifkan atau tidak pada 11 Februari nanti)," jelasnya.

 

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya menuturkan, instansinya belum lagi menentukan nasib jabatan Ahok apabila masa cuti kampanye sang pejawat untuk Pilkada 2017 berakhir pada 11 Februari mendatang. Menurut dia, pemerintah harus melihat dulu seberapa jauh kasus dugaan penistaan agama bakal menjerat Ahok.

Bila tuntuan pidana yang diminta jaksa penuntut umum (JPU) nantinya ternyata di bawah lima tahun, kta Tjahjo, Ahok tetap bisa kembali menjabat sebagai gubernur DKI pada 11 Februari nanti.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement