REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono berkomentar terkait petisi yang meminta Presiden RI Joko Widodo untuk mengusut dan mempidanakannya atas tuduhan penyalahgunaan wewenang. Ia tidak ambil pusing terkait petisi tersebut.
"Tak apa. Mau tiga ribu, satu juta, enggak apa-apa. Secara implisit, saya sudah mewakafkan diri saya pada jabatan ini," ujar Sumarsono di RSUD Tarakan Gambir Jakarta Pusat, Rabu (18/1).
Sumarsono mengatakan, selama menjadi Plt Gubernur DKI Jakarta, ia melaksanakan lima tugas pokok. Lima tugas pokok tersebut mulai dari menjalankan urusan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, menjaga ketentraman dan ketertiban, mengawal Pilkada, membahas dan mengesahkan APBD, membuat Perda dengan DPRD DKI Jakarta, dan mengisi personel selama cuti gubernur dan wakil gubernur petahana.
"Ini amanat, mandat dari yang memberi perintah. Dalam jabatan itu ada resikonya. Saya siap mengambil risiko," katanya.
Petisi tersebut berjudul "Usut dan Pidanakan Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono Atas Penyalahgunaan Wewenang" dan dibuat oleh Indra Krishnamurti. Hingga pukul 13.04 WIB, petisi tersebut sudah ditandatangani 9.610 pendukung.
Petisi tersebut berisi berdasarkan Surat Kepala BKN No. K.26.30/V.20.3/99 Tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas dalam Aspek Kepegawaian pada 5 Februari 2016. "Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh wewenang melalui mandat (dalam ini adalah Pelaksana Tugas) tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran," tertulis di petisi tersebut.
Menurut Indra melalui petisi tersebut, Sumarsono berulang kali mengambil keputusan yang berasa di luar wewenangannya. Yaitu, mengubah jumlah SKPD dari 54 menjadi 42 SKPD, dan menghapus 1060 jabatan, memutuskan untuk memberikan dana hibah untuk Bamus Betawi sejumlah Rp 2,5 miliar dari APBD-P DKI 2016 dan Rp 5 miliar dari APBD DKI 2017. Kemudian menghentikan sementara 14 proyek lelang dini dengan alasan menjaga psikologis politik DPRD DKI Jakarta, dan mengubah kebijakan umum anggaran dan plafon prioritas anggaran sementara DKI Jakarta.
Baca: CBA Puji Langkah Sumarsono Setop 13 Proyek 'Siluman' Pemprov DKI