REPUBLIKA.CO.ID, BANJUL -- Presiden Gambia Yahya Jammeh mengumumkan status keadaan darurat berlaku di negara itu, Selasa (17/1). Hal itu dinyatakan setelah ia menolak menyerahkan jabatannya kepada pemimpin baru yang terpilih pada pemilu bulan lalu, Adama Barrow.
Stasiun televisi negara yang menyiarkan pengumuman itu mengatakan status darurat akan mencegah kekosongan kepemimpinan Gambia. Sementara itu, Jammeh masih mengajukan permohonan ke Mahkamah Agung untuk menolak hasil pemilu.
Rencananya, Barrow akan dilantik sebagai Presiden Gambia pada Kamis (19/1). Ia merupakan politikus dari kelompok oposisi.
Sejumlah kepala-kepala daerah di Gambia telah mengecam tindakan Jammeh yang mencoba mempertahankan kekuasannya. Mereka mengancam hendak meminta intervensi militer agar situasi di Gambia dapat kembali aman.
Jammeh mengambil alih kekuasaan di Gambia pada kudeta 1994. Ia saat itu melawan kelompok oposisi yang memegang pemerintahan negara dengan melakukan penyiksaan dan pembunuhan.
Sejumlah aktivis pro-demokrasi di Gambia telah mendukung pemilu untuk digelar. Dengan kemenangan Barrow, Jammeh harus mundur. Namun, ia terus menolak dan ketegangan di negara itu terjadi.
Ratusan warga Gambia dilaporkan telah melarikan diri karena khawatir dengan situasi keamanan di negara tersebut. Barrow yang juga terpilih menjadi presiden saat ini masih berada di Senegal untuk mengantisipasi ancaman terhadapnya.