Rabu 18 Jan 2017 16:28 WIB

Mahendradatta: Cara Kriminalisasi Tokoh GNPF Seperti Samad

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan
Mahendradatta
Foto: Antara
Mahendradatta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat Advokasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF), Mahendradatta, mengendus upaya mengkriminalisasikan tokoh GNPF saat ini merupakan cara-cara yang sama digunakan untuk mengkriminalisasikan KPK ketika kasus KPK versus Polri. Kriminalisasi mulai dari Ketua KPK, Abraham Samad, Bambang Widjayanto, hingga pimpinan KPK lain dengan kasus lama. Pihak-pihak yang melaporkan pun seperti dimunculkan di berbagai daerah.

"Ini mau ngikut pola yang dulu berhasil dipakai. Ketika ditersangkakan KPK, muncullah kelompok-kelompok dadakan yang melaporkan pimpinan KPK, ternyata berhasil mengganti pimpinan KPK kan," kata Mahendradatta yang juga bagian dari Tim Pembela Muslim (TPM), Rabu (18/1).

Saat itu dalam waktu singkat kasus Abraham Samad dan Bambang Widjajanto langsung diproses dan mereka diganti dengan alasan jadi terdakwa. "Jadi memang agak kasar dan vulgar permainannya saat ini," kata dia.

Sebelumnya tokoh GNPF Habib Rizieq yang juga ketua FPI telah dua kali dilaporkan ke polisi, di antaranya Polda Jabar atas laporan dianggap melecehkan Pancasila oleh Sukmawati Soekarnoputri. Habib Rizieq juga dilaporkan di Polda Metro karena dianggap menyebarkan kebencian oleh Khoe Yanto Khusmiran.

Kemudian Munarman yang juga Juru Bicara FPI, telah dilaporkan lebih dari 20 warga Bali. Laporan terhadap Munarman tersebut ternyata terkait video pada 17 Juni 2016.

Sedangkan koordinator GNPF Ustaz Bachtiar Nasir mendapat tuduhan karena menyaluran donasi bantuan untuk Suriah, dianggap membantu donasi ke kelompok teroris. Dan, tuduhan itu langsung mendapat perhatian dan dalam proses penyelidikan pihak kepolisian.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement