REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Natalius Pigai menilai pendirian Komando Daerah Militer (Kodam) XVIII/Kasuari di Manokwari, Provinsi Papua Barat, sangat tidak masuk akal. Sebab, menurutnya Papua Barat bukanlah wilayah yang dipenuhi konflik maupun wilayah perbatasan.
Natalius juga mengatakan pendirian Kodam tersebut sebetulnya tidak dibutuhkan warga Papua Barat. Dia pun meyakini hampir 90 persen warga Papua Barat menolak berdirinya Kodam di wilayahnya. Karena sebenarnya, yang mereka butuh yaitu berkurangnya diskriminasi penduduk asli Papua, dan juga berkurangnya kekerasan serta pelanggaran HAM di sana.
"Berdirinya Kodam itu sangat tidak masuk akal. Papua Barat provinsinya kecil, dan tidak terlalu banyak konflik," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (18/1).
Ia melanjutkan, terlebih Papua Barat bukan wilayah perbatasan dan penduduknya pun sedikit. Natalius menilai, pemerintah pusat masih menganggap Papua itu adalah wilayah konflik. Karena itu, tidak heran kalau banyak pihak yang mencurigai pembentukan Kodam Kasuari tersebut.
"Di Papua Barat kan jarang konflik. Kalau Polda kan boleh, agar penegakan hukumnya terkontrol, ada ketertiban warga, itu bisa," katanya.
Natalius menyampaikan, berdirinya Kodam di Papua Barat juga membuktikan masih ada pendekatan secara militeristik di Papua. Akibatnya, secara tak langsung, kehadiran Kodam di Manokwari itu menimbulkan kesan Papua adalah daerah operasi militer.
Walaupun, operasi militernya sendiri tidak tampak, dan pemerintah pun akan mengelak ada operasi militer di sana. Namun faktanya, ujar Natalius, kekuatan militer di Papua itu dipersenjatai dengan peralatan militer di atas minimum essential force. Natalius mengatakan, hal ini menunjukan pemerintah pusat masih menilai Papua sebagai daerah operasi militer.
Natalius berpandangan, berdirinya Kodam di Papua Barat itu karena pemerintah pusat juga menganggap Papua adalah wilayah yang tingkat labilitas integrasi nasionalnya tinggi.
"Juga menurut saya pemerintah bangun Kodam itu karena Papua dan Jakarta (pemerintah pusat) sampai sekarang hubungannya tidak harmonis dan tidak tuntas," ucapnya.
Karena itu, menurut Natalius, pemerintah pusat memilih untuk mendirikan Kodam di Papua Barat untuk memperkuat pertahanan dengan menempatkan beberapa kesatuan tempur dan teritorial. Termasuk membentuk dua Kodam yang masing-masing berada di Papua dan Papua Barat.
"Kodam di Papua itu boleh, karena itu memang wilayah pertahanan. Kalau Papua Barat itu artinya pemerintah masih ingin mempertahankan wilayah itu secara substansial, secara simbolis memang tidak ada pernyataan daerah operasi militer tapi secara substansial masih berlanjut," jelasnya.
Kalau pemerintah beralasan mendirikan Kodam tersebut demi menjaga keamanan, menurut Natalius, tentu seharusnya diserahkan kepada pihak kepolisian. TNI sebagai alat negara berperan untuk melakukan pertahanan negara.
"Keamanan bukan urusan Kodam, itu polisi, urusan kepolisian. Tentara itu pertahanan," ucapnya.