Kamis 19 Jan 2017 09:45 WIB

Sokimin Dibenci karena Cegah Penambangan Liar di Lereng Merapi

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Nur Aini
Truk pasir merapi
Foto: Rep
Truk pasir merapi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Sokimin (63 tahun) mengaku sadar ada dampak lingkungan akibat penambangan pasir liar di lereng Gunung Merapi. Pemerintah setempat pun sudah menerbitkan aturan yang melarang penambangan pasir tersebut. Ketua RT Dusun Plosokerep, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, itu kemudian menyosialisasikan larangan penambangan pasir pada warga di sekitar rumahnya.

Namun, Sokimin justru mendapat reaksi negatif dari warga. “Saya malah dibenci sama warga. Ya saya maklumi sih, karena warga di sini memang belum paham betul soal bahaya penambangan,” kata Sokimin saat ditemui di Kantor Desa Umbulharjo, Rabu (18/1).

Penambangan pasir ilegal di lereng Gunung Merapi masih terus terjadi hingga saat ini. Sokimin mengakui sebagian warga di Umbulharjo menggantungkan penghasilannya pada aktivitas menambang ilegal. Rupiah dari hasil menambang ini juga menjadi tambahan penghasilan bagi sebagian warga yang merupakan petani dan peternak. Kondisi inilah yang membuat larangan menambang pasir dimaknai sebagai ancaman untuk sumber kehidupan warga.

Dengan polemik yang terjadi di lingkungannya, Sokimin meminta pada pemerintah setempat untuk turut serta mengintensifkan giat sosialisasi penambangan pada warga. “Saya pikir pemerintah juga harus turun langsung ke warga. Jangan hanya melakukan sosialisasi di kantor desa,” katanya.

Kasat Reskrim Polres Sleman AKP Sepuh Siregar menyampaikan, pihaknya sangat mendukung usaha warga untuk melakukan pencegahan penambangan. Ia meminta agar warga tidak sungkan untuk melapor pada polisi jika menemukan aktivitas penambangan ilegal.

“Jangan takut, kami akan bantu. Seharusnya pencegah penambangan itu tidak dibenci karena apa yang dilakukan sudah benar,” kata Sepuh. Pasalnya, kegiatan tambang tanpa izin telah melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang penambangan. Ancaman akibat pelanggaran tersebut juga cukup berat, yakni hukuman kurungan penjara paling lama 10 tahun dan denda sebesar Rp 10 miliar.

Sementara itu, Kepala Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan (DPUP) DIY Edi Indrajaya menuturkan, area Lereng Merapi bukanlah kawasan pertambangan, melainkan kawasan resapan air bagi DIY.

“Jadi tidak mungkin ada izin penambangan di sini,” katanya. Karena itu, ia mengapresiasi usaha warga seperti Sokimin yang telah bersusah payah melakukan sosialisasi secara mandiri untuk mencegah penambangan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement