REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bawaslu RI, Muhammad meminta masyarakat tak asal membuat laporan pelanggaran pilkada. Menurutnya, Bawaslu banyak menerima laporan pelanggaran Pilkada DKI Jakarta yang tidak memenuhi standar.
"Bukan lagi temuan soal pelanggaran, melainkan kami banyak sekali menerima laporan pelanggaran Pilkada DKI. Perilaku saling melapor menjadi faktor utama tingginya jumlah laporan," ujar Muhammad di Gedung Bawaslu Jakarta, Kamis (19/1).
Padahal, lanjutnya, saat ini masa kampanye masih berlangsung. Perilaku saling melapor dinilai tidak efektif jika tidak menyangkut persoalan substansial.
Muhammad mencontohkan, bentuk laporan yang tidak memenuhi persyaratan misalnya saat salah satu tim sukses memprotes penurunan atribut kampanye. Penurunan atribut dinilai tidak adil karena hanya menyasar pihak tertentu dan lokasi tertentu.
"Hal seperti itu kami kira bukan prinsip. Kalau ada sesuatu yang tidak prinsip ya jangan langsung melapor. Sebaiknya, kembalilah pada hakikat kampanye supaya kita fokus pada program untuk calon pemilih," kata Muhammad.
Meski jumlah laporan pelanggaran Pilkada sangat banyak, pihaknya tetap optimistis jika proses ke depan berjalan kondusif. Penguatan KPU dan Panwaslu DKI Jakarta relatif terjamin karena dekat dengan pusat.
Pihaknya mengakui jika proses Pilkada DKI Jakarta sangat menyedot energi tim Bawaslu. Muhammad menilai hal tersebut wajar mengingat pilkada berlangsung di Ibu Kota.
Sebelumnya, Bawaslu DKI Jakarta mencatat ada 74 dugaan pelanggaran selama masa kampanye pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2017. Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta Muhammad Jufri pada awal Januari lalu mengatakan, seluruh dugaan pelanggaran kampanye yang tercatat per 31 Desember 2016.
Menurutnya, 74 dugaan pelanggaran itu berdasarkan temuan dan laporan yang diterima Bawaslu DKI selama tahapan kampanye tiga pasangan calon gubernur-wakil gubernur. Bawaslu DKI mengklasifikasikan 25 laporan tidak terbukti pelanggaran, 40 kasus pelanggaran administrasi yang dilanjutkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), dua kasus dinyatakan pidana pemilu dan satu kasus pelanggaran kode etik dan enam kasus pelanggaran lainnya.