Kamis 19 Jan 2017 22:11 WIB

Reklamasi Teluk Jakarta dan Kejujuran Akademisi IPB

Rep: Santi Sopia/ Red: M.Iqbal
  Suasana Pulau G hasil reklamasi di Teluk Jakarta, Jumat (23/9).
Foto: Republika/ Yogi Ardhi
Suasana Pulau G hasil reklamasi di Teluk Jakarta, Jumat (23/9).

REPUBLIKA.CO.ID,Polemik terkait reklamasi Teluk Jakarta terus bergulir. Permasalahan tersebut bahkan diangkat dalam debat publik Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, pekan lalu. 

Guru Besar Tetap Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Domu Simbolon mengatakan aktivitas reklamasi, khususnya di Teluk Jakarta, ada sisi positif dan negatif. Menurut dia, seyogianya perlu dilihat dulu bahwa sebenarnya nelayan masih beroperasi di teluk tersebut.

"Harus fair dulu. Bahwa sebenarnya nelayan masih beroperasi di Teluk Jakarta. Itu dulu. Dan sekarang sumber daya ikan (SDI) di sana masih melimpah. Menurut saya perairannya tentu sudah terdegradasi. Dan untuk memulihkan untuk jadi daerah penangkapan ikan butuh waktu lama, tidak seperti di danau, misalnya," kata Domu dalam praorasi ilmiah di kampus IPB Barangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (19/1).

Menurut dia, Teluk Jakarta menjadi sebuah bak penampungan raksasa. Polutan, dari berbagai daerah, khususnya dari kawasan Jabodetabek mengalir ke sana. Maka, untuk bertumbuhnya ikan dengan baik di sana, tentu sangat diragukan, sepanjang tidak ada pengelolaan secara baik.

"(Reklamasi), kalau di teluk tidak bisa. Kita harus jujur sebagai akademis, tidak ada muatan politis. Kalau memang tidak ada aktivitas nelayan, misalnya, baru kita lihat peruntukkannya bagaimana," kata Domu.

Pakar lingkungan IPB Lilik Budi Prasetyo menilai DKI Jakarta tentu sudah bermasalah, sekalipun tidak dikaitkan dengan reklamasi. Sedikitnya muka tanah di Jakarta mengalami laju penurunan hingga 26 sentimeter (cm) per tahun. 

"Penurunan tanah itu jadi problem juga. Terlepas dari adanya reklamasi, Jakarta dalam masalah besar, jadi perlu ada jalan keluar," kata Prof Lilil dalam pra orasi ilmiah di IPB Baranangsiang, Kota Bogor, Kamis (19/1).

Menurut Lilik, tidak selamanya anggapan bahwa wawasan lingkungan selalu berbenturan dengan pembangunan yang masif. Sebetulnya, kata dia, adalah bagian perencanaan, zonasi, dan analisa yang berperan dalam dua hal itu. 

Lilik juga melihat Bogor sebagai daerah penyangga ibukota Jakarta juga sudah mengalami degradasi sangat besar.

"Kita tahu daerah aliran sungai (DAS) di Bogor hampir seluruhnya rusak," tambahnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement