REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonomi Cina pada 2016 mengalami kemunduran dan hanya tumbuh 6,7 persen. Pertumbuhan ini turun 0,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mampu tumbuh mencapai 6,9 persen.
Dilansir BBC, Jmat (20/1), pertumbuhan Cina merupakan pendorong utama dari ekonomi global dan menjadi perhatian utama bagi investor di seluruh dunia. Biro Statistik Nasional Cina melaporkan pertumbuhan ekonomi setempat masih sejalan dengan target pemerintah di kisaran 6,5-7 persen. Namun, pertumbuhan ekonomi itu masih merupakan yang paling lemah dalam 26 tahun terakhir.
Beberapa pengamat mengatakan bahwa pertumbuhan Cina sebenarnya jauh lebih lemah dari data resmi yang menunjukkan nilai pertumbuhan ekonomi negara Tirai Bambu. Cina adalah importir terbesar kedua di dunia baik barang dan jasa komersial, yang berarti kinerja ekonomi memiliki dampak besar di seluruh dunia. Cina memainkan peran penting sebagai pembeli minyak dan komoditas lainnya. Pelambatan ekonomi Cina tersebut menjadi faktor penurunan harga komoditas tersebut.
Pertumbuhan ekonomi Cina di kuartal terakhir 2016 yang mencapai 6,8 persen dinilai lebih tinggi dibandingkan perkiraan. Ekonomi itu tumbuh didorong belanja pemerintah dan kredit perbankan. Namun, keputusan pemerintah Cina untuk menaikkan belanja demi mencapai target pertumbuhan harus dibayar mahal karena ada risiko finansial dari naiknya pertumbuhan utang.
Kenaikan pertumbuhan ekonomi Cina di kuartal IV tersebut merupakan yang pertama dalam dua tahun terakhir. Namun, tahun ini, pertumbuhan ekonomi akan menghadapi tekanan dari pasar properti, dampak dari reformasi strukturan birokrasi, dan potensi perubahan hubungan Cina dengan pemerintahan baru AS.
"Kami tidak mengharapkan pertumbuhan ini melonjak lagi di 2017, saat pasar properti melambat dan langkah-langkah untuk mengatasi kekurangan pasokan di sektor komoditas masih tergantung permintaan dan produksi. " ujar Manager Economist Intelligence Unit Cina, Tom Rafferty.