REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Polri memanggil Sylviana Murni dalam kasus dugaan korupsi dana bantuan soaial Kwartir Daerah (Kwarda) Pramuka DKI Jakarta tahun 2014-2015. Polri menyatakan bahwa laporan dugaan korupsi datang dari masyarakat secara personal.
"Pengaduan masyarakat. Pengaduan bisa tertulis bisa dengan mengirim surat. Tentu personal," kata Kabagpenum Polri Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (20/1).
Martinus mengatakan hingga saat ini belum diketahui secara detail berapa besar uang yang diselewengkan. Yang pasti, Martinus mengatakan ada penyalahgunaan dari dana bansos sebentar Rp 6,8 miliar.
"Informasinya (ada) satu pertanggungjawaban Rp 6,8 yang tidak benar, tentu ini cenderung berpotensi munculnya dugaan tindak pidana korupsi," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Martinus dibutuhkan pemeriksan kepada yang bersangkutan perihal kucuran dana Rp 6,8 miliar. Apabila terbukti maka akan diproses hukum sedangkan bila tidak maka tidak akan dilanjutkan.
Sylviana Murni untuk pertama kalinya dilakukan pemeriksaan oleh penyidik Dit Tipikor Bareskrim Polri pada Jumat (20/1). Pemeriksaan selama tujuh setengah jam itu, menurut pengakuan Silvi bahwa laporan tersebut salah.
Menurutnya kucuran dana Rp 6,8 miliar bukan dari dana bansos melainkan dana hibah dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Bahkan dana tersebut menurutnya diketahui juga oleh Presiden Joko Widodo yang pada saat itu masih menjadi gubernur DKI Jakarta.
"Bukan dana bansos, tetapi ini dana hibah sesuai dengan SK Gubernur Nomor 235 Tanggal 14 Februari 2014 yang ditandatangani pada saat itu Pak Jokowi," tegas Sylvi.