REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung menilai positif tentang pembentukan dewan kerukunan nasional. Kebaradannya nanti diharapkan mampu untuk menyelesaikan kasus-kasus lama seperti pelanggaran ham berat di masa lalu.
Jaksa Agung M Praseyto menyatakan selama ini pihak-pihak yang berusaha untuk menyelesaikan kasus HAM lama selalu berakhir dengan kesulitan. Pasalnya penyelidikan-penyelidikan tersebut hanya berakhir menjadi penyekdiikan semata dan tidak kunjung pada penyidikan.
"Siapapun yang melakukan penyelidikan yang hasilnya jadi bahan untuk ditingkatkan ke penyidikan itu akan kesulitan," kata Praseyto di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (20/1).
Kesulitan tersebut menurut dia tidak lain karena kasusnya yang sudah terlampau lama sehingga untuk mendapatkan saksi fakta serta pengumpulan alat bukti menjadi tidak mudah. Kurangnya alat bukti dan fakta-fakta membuat setiap hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM menjadi sangat sulit untuk naik ke penyidikan.
"Bayangkan untuk peristiwa 65-66, kamu belum lahir barangkali, sekarang untuk disampaikan ke persidangan harus cukup fakta, bukti-buktinya, saksinya tersangkanya, bukti lain yang mendukung fakta tersebut," paparnya.
Dia juga menjelaskan bahwa dalam kasus pelanggaran HAM berat harus ada terlebih dahulu peradilan HAM ad hoc. Sedangkan lanjut dia bila pun kasus dinaikkan menjadi penyidikan kemudian hasilnya diserahkan kepada Kejaksaan namun untuk penyitaan dan penggeledahan maka akan kesulitan untuk meminta Intruksi tersebut karena pengadilan HAM belum ada.
"Oleh karena itulah makanya, seperti yang dikatakan Pak Menkopolhukam, melalui dewa kerukunan nasional itu diharapkan bisa diselesaikan melalui pendekatan non-yudisial, yang penting bagaimana bisa dituntaskan," harapnya.