REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa meminta pemerintah harus serius mencegah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Sebab, meskipun UU KDRT sudah disahkan lebih dari satu dasawarsa, namun secara nasional, angka pelaporan atas tindakan tersebut semakin meningkat.
Ledia menjelaskan, berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) akhir 2016 lalu, menunjukkan sekitar 40 persen perempuan Indonesia pernah mengalami KDRT. ''Sementara Komnas Perempuan mencatat, hingga akhir 2015 angka kasus KDRT mencapai lebih dari 300 ribu kasus," katanya di Jakarta, Jumat (20/1).
Di sisi lain, Ledia juga menyoroti soal tingginya angka KDRT di DKI. Menurutnya, meskipun diasumsikan ibukota memiliki penduduk yang banyak berpendidikan tinggi serta memahami hukum, namun angka kejadian KDRT masih tergolong tinggi.
Berdasarkan data dari LBH Apik, di Jakarta saja tercatat ada sekitar 396 kasus laporan KDRT terjadi di DKI Jakarta pada tahun 2015. ''Untuk tahun 2016 belum ada yang mengeluarkan data, namun sangat mungkin terjadi peningkatan jumlah kasus,'' ujarnya.
Melihat hal itu, Ledia mengingatkan kembali perlunya penguatan aspek preventif dan rehabilitatif untuk terus meminimalisir kasus-kasus KDRT di masa datang. Selain itu, juga perlu mendorong terimplementasinya penegakan hukum berdasarkan Undang-Undang yang sudah ada.
Ia menegaskan, tak dapat dipungkiri, seringkali suatu tindak kekerasan terjadi karena program atau kebijakan pencegahan kekerasan belum menjadi sentra poin kebijakan. Padahal, umumnya tindak KDRT tidak terjadi secara tiba-tiba melainkan memiliki pola atau situasi awal yang dapat terdeteksi dan masih mungkin dicegah.
Itu sebabnya Ledia menyatakan, pemerintah bersama masyarakat membuat pola pencegahan terjadinya KDRT. Terutama dengan melibatkan komunitas, tokoh masyarakat hingga struktur pemerintahan terdekat ke masyarakat di tingkat RT/RW.
Caranya, bisa membangun jaringan media sosial atau grup komunikasi di tingkat RT/RW, jaringan antara komunitas, rembukan rutin, dan pertemuan kecil semacam arisan atau pengajian.
''Itu bisa membantu antar anggota masyarakat saling memperhatikan, menghormati dan melindungi sesama tetangga,'' jelasnya.