REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebanyak 2 juta orang di dunia yang sebagian besar perempuan menggelar unjuk rasa terhadap Presiden baru Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Mereka memprotes dilantiknya Trump yang telah memproklamasikan lahirnya gerakan politik baru di AS.
Unjuk rasa damai dilakukan lebih dari 500 ribu perempuan yang bergabung dalam aksi Women's March di Washington DC. Jumlah tersebut jauh lebih banyak dari jumlah demonstran yang memprotes Perang Vietnam di era Presiden Richard Nixon, pada 1973, sebanyak 60 ribu orang.
Penyelenggara unjuk rasa di Washington mengatakan, tujuan utama aksi ini adalah untuk mengirim pesan kepada Trump, agar bos properti itu bersedia melindungi hak-hak perempuan, keluarga, dan komunitas mereka. Kekhawatiran para pengunjuk rasa terus menyebar lebih luas.
Selain itu, masih ada 600 ribu pengunjuk rasa damai lainnya yang berlangsung di sejumlah wilayah AS dan di seluruh dunia. Sebanyak 250 ribu orang dilaporkan berkumpul di Chicago, dan masing-masing sekitar 100 ribu orang berkumpul di Los Angeles dan Boston.
Di New York, 400 ribu demonstran anti-Trump berbaris melewati Trump Tower di Fifth Avenue, bersama Wali Kota New York, Bill De Blasio. Sekitar 100 ribu orang juga berunjuk rasa di London dan pawai-pawai kecil lainnya dilakukan di Australia, Selandia Baru, Jerman, Prancis, Hungaria, Swiss, Republik Ceska, dan Kanada.
Sejumlah spanduk dibawa dalam unjuk rasa di luar Kedutaan Besar AS di London Grosvenor Square. Spanduk-spanduk itu bertuliskan "Dump Trump", "Tolak kebencian dan rebut kembali politik", dan "Tidak untuk rasisme, tidak untuk Trump."
Baca juga, Donald Trump Menangkan Pilpres AS.
Sementara di Berlin, demonstran menyindir kebijakan Trump terkait pengungsi Timur Tengah. Mereka meneriakkan, "Tidak ada kebencian, tidak ada rasa takut, imigran diterima di sini."
Di Paris, sedikitnya 7.000 berkumpul di dekat Menara Eiffel dengan memegang spanduk bertuliskan "Kebebasan, kesetaraan, perkumpulan perempuan". Kata-kata itu mengacu pada moto nasional Perancis.